Monday, November 2, 2015

ULUMUL QUR'AN : KITAB AL-QUR'AN DAN ASPEK-ASPEKNYA

MAKALAH
Kitab Al-Qur’an dan Aspek-Aspeknya
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Shobirin, S.Ag, M.Ag


Disusun Oleh
Nama      : Nika Kusbianti
Kelas       : ESRB-2
NIM        : 1420210042
 


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI EKONOMI SYARI’AH
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah sumber utama ajaran Islam. Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak sekali pelajaran yang dapat diambil. Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur melalui perantara malaikat Jibril. Keistimewaan Al-Qur’an dibandingkan dengan kitab-kitab suci yang lain ialah kemurnian atau keaslian Al-Qur’an dijaga langsung oleh Allah, agar tidak ada satupun ayat-Nya yang berubah. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan Kami pula-lah yang menjaganya”
Dari Al-Qur’an pula ilmu-ilmu pengetahuan berkembang, baik ilmu pengetahuan umum maupun ilmu pengetahuan agama. Sedangkan hadits (bahasa Arab: الحديث, ejaan KBBI: Hadis) adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur’an.
Fungsi hadis itu sendiri ialah sebagai penjelas apa yang ada dalam al-Qur’an. Jadi, kedudukan Hadis dalam bidang studi keislaman ialah menjelaskan secara terperinci apa yang ada di dalam al-Qur’an. Merupakan fungsi hadis lainnya ialah sebaga bukti atas ke-Rasulan Nabi Muhammad SAW .Pada makalah ini saya akan menjelaskan secara lebih rinci mengenai al-Qur’an, hadits qudsi, dan hadits nabawi.
B.     Rumusan Masalah
1.        Apa pengertian al-Qur’an?
2.        Apa saja nama-nama al-Qur’an?
3.        Apa perbedaan antara al-qur’an, hadits qudsi, dan hadits nabawi?
4.        Apa cakupan kandungan dalam al-Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Al-Qur’an
Ditinjau dari segi bahasa, secara umum diketahui bahwa kata al-qur’an (القران ٌ) berasal dari kata قرا yang berarti mengumpul atau menghimpun. Qira’ah berarti merangkai huruf-huruf dan kata-kata satu dengan lainnya dalam satu ungkapan kata yang teratur. Al-qur’an asalnya sama dengan qira’ah, yaitu akar kata (mashdar-infinitif) dari qara’a, qira’atan wa qur’anan. Allah menjelaskan :
إنَّ عَلَيْنَاجَمْعَهُ وَقُرْءَانَهُ (17) فَإِذَاقَرَأْنَهُ فَاتَّبِعْ قُرْءَانَهُ (18)
“Sesungguhnya Kami-lah yang bertanggung jawab mengumpulkan (dalam dadamu) dan membacakannya (pada lidahmu). Maka apabila kami telah menyempurnakan bacaannya (kepadamu, dengan perantara Jibril), maka bacalah menurut bacaannya itu.” (Al-Qiyamah : 17-18)[1]
Disamping itu masih ada lagi bentuk mashdar dari lafadh qara’a yaitu qur’ (قُرْء) tanpa alif dan nun yang mengikuti wazan fu’l (فُعْلٌ). Dengan demikian kata qara’a mempunyai tiga wazan (bentuk/sighat) mashdar, yakni qur’an (قرآن), qira’ah, dan qur’ (قُرْء). Ketiga wazan tersebut tetap memiliki satu makna yaitu bacaan. Lebih lanjut beliau menyatakan bahwa kata al-Qur’an merupakan bentuk mashdar yang mengandung fungsi makna isim maf’ul (yang di......), sehingga maknanya menjadi yang dibaca atau bacaan.[2]
Para Ahli ushul fiqih menetapkan bahwa al-Qur’an adalah nama bagi keseluruhan al-Qur’an dan nama untuk bagian-bagiannya yang diturunkan kepada Muhammad SAW. Maka jadilah ia sebagai identitas diri.
Dalam menta’rifkan al-Qur’an, para ulama berbeda redaksionalnya. Akan tetapi, pada dasarnya, tidak lepas dari unsur-unsur sebagai berikut:
1.        Kalamullah
2.        Dengan perantara malaikat jibril as.
3.        Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
4.        Sebagai mu’jizat
5.        Ditulis dalam mushaf
6.        Dinukil secara mutawatatir
7.        Diangggap ibadah orang yang membacanya
8.        Dimulai dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat an-Nas
9.        Sebagai ilmu laduni bersifat global
10.    Mencakup segala hakikat kebenaran
11.    Berbahasa Arab
Adapun hakikat al-Qur’an menurut para mutakallimin ialah makna yang berdiri pada dzat Allah SWT. Ulama’ Mu’tazilah berpendirian bahwa hakikat al-Qur’an adalah huruf-huruf dan suara yang dicipta (mahluk) oleh Allah SWT, yang setelah wujud kemudian hilang lenyap. Dua ulama’ yang meniadakan kemakhlukan al-Qur’an mengemukakan bahwa Allah SWT. Menyebut manusia dalam 18 tempat sebagai makhluk, tetapi menyebut al-Qur’an dalam 54 tempat tanpa menyebut sebagai makhluk. Lagi pula firman Allah SWT. Yang menyebutkan al-Qur’an dan manusia secara bersamaan, dibedakan antara keduanya (55:2-3)[3]
Adapun secara terminologi, pengertian al-Qur’an sebagai berikut:
1.        Menurut Manna’ Qattan, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang bacaannya dianggap sebagai ibadah.
2.        Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni (wft 1390 H) mandefinisikan Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang tiada tandingannya yang bernilai mu’jizat, diturunkan kepada nabi terakhir (khatam al-anbiya’ = خاتمالانبىاء)  dengan perantara malaikat jibril yang tertulis pada pada mushaf, diriwayatkan secara mutawatir, dan bacaannya termasuk ibadah, yang diawali dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.
3.        Menurut Al-Suyuthi menerangkan bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad yang tidak ditandingi oleh penentangannya walau hanya sekedaar satu surat.
4.        Para ahli agama (Ahli Ushul) berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah nama bagi kalamAllah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang ditulis dalam mushaf.[4]
Dengan definisi tersebut diatas sebagaimana dipercaya Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan al-Qur’an seperti kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, atau kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa. Demikian pula kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti hadits qudsi, tidak termasuk al-Qur’an.
B.     Nama-nama Al-Qur’an
As-Suyuti menyebut bahwa musannif kitab al-Burhan fi Musykilati al-qur’an yaitu Abul Ma’ali Syaidalah telah meneliti ada 55 nama al-Qur’an sesuai dengan firman allah sendiri, yaitu:
1.        Al-Qur’an (bacaan)
Wahyu Allah yang diturunkan sebagai kitab terakhir diberi nama Al-Qur’an yang berarti bacaan sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Nama inilah yang paling terkenal dan dikenal baginya, serta paling sering disebut dalam al-Qur’an itu sendiri. Paling tidak sebanyak lima puluh kali kata ini disebut dalam al-Qur’an. Di antara pemakaian kata al-Qur’an sebagai salah satu nama bagi wahyu terakhir adalah tercantum dalam beberapa surat sebagai berikut:
إِنَّ هَذَاالْقُرءَانَ يَهدِىلِلَّتِى هِىَ أَقْوَامُ (9)
“Al-Qur’an ini memberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus.”(Al-Isra’ : 9)
شَهْرُرَمَضَانَ الذِى اُنْزِلَفِيهِ الْقُرءَانُ......(185)
“(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadlan, bulan yang didalamnya diturunkan permulaan al-Qur’an.... “ (Al-Baqarah : 185)
وَلَقَدْ ءَاتَيْنَٰكَ سَبْعًا مِّنَ ٱلْمَثَانِى وَٱلْقُرْءَانَ ٱلْعَظِيمَ ﴿87
“dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang agung.” (Al-Hijr : 87)
Selanjutanya mengenai penggunaan al-Qur’an sebagai nama bagi kitab al-Qur’an tersebut dapat diperhatikan dalam ayat-ayat berikut ini, yakni surat al-Isra’ ayat 88, surat Thaha ayat 2, surat an-Naml ayat 6, surat al-Ahqaf ayat 29, surat al-Waqi’ah ayat 77, surat al-Hasyr ayat 21, dan al-Dahr ayat 23.
2.        Al- Kitab (catatan / yang ditulis)
ذَٰلِكَ ٱلْكِتَٰبُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِي (2)
“Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (Al-Baqarah: 2)
3.        Busyro (kabar gembira)
قُلْ نَزَّلَهُۥ رُوحُ ٱلْقُدُسِ مِن رَّبِّكَ بِٱلْحَقِّ لِيُثَبِّتَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَهُدًى وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِي (102)
“Katakanlah, "Rohulkudus (Jibril) menurunkan Al-Qur'an itu dari Tuhanmu dengan kebenaran, untuk meneguhkan (hati) orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang yang berserah diri (kepada Allah)." (An-Nahl: 102)
4.       ‘Ilmu (ilmu pengetahuan)
فَمَنْ حَآجَّكَ فِيهِ مِنۢ بَعْدِ مَا جَآءَكَ مِنَ ٱلْعِلْمِ (61) .....
Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu.....” (Ali ‘Imran: 61)
5.        Al-Urwatil wusqo (tali yang kuat)
لَآ إِكْرَاهَ فِى ٱلدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشْدُ مِنَ ٱلْغَىِّ فَمَن يَكْفُرْ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسْتَمْسَكَ بِٱلْعُرْوَةِ ٱلْوُثْقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَا وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ   (256)
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 256)
6.        Al-Haq (kebenaran), dalam surat Ali ‘Imran: 62
7.        Jablullah (tali Allah SWT), dalam surat Ali ‘Imran: 104
8.        Bayan (keterangan), dalam surat Ali ‘Imran: 138
9.        Munadi (penyeru), dalam surat Ali ‘Imran: 193
10.    Nurun Mubin (cahaya terang), dalam surat an-Nisa’: 174
11.    Muhaimin (penyaksi), dalam surat al-Maidah: 48
12.    Adl (keadilan), dalam surat al-An’am: 115
13.    Siratunmustaqim (jalan yang lurus), dalam surat al-An’am: 157
14.    Basha’ir (penjelasan), dalam surat al-A’raf: 203
15.    Kalamullah (firman Allah), dalam surat at-Taubah: 6
16.    Hakim (bijaksana), dalam surat Yunus:1
17.    Mauidhah (nasehat), dalam surat Yunus: 51
18.    Huda (petunjuk), dalam surat Yunus: 57
19.    Rahmat (kasih sayang), dalam surat Yunus: 57
20.    Arabi (berbahasa arab), dalam surat Yunus: 2
21.    Qashas (kisah-kisah), dalam surat Yunus: 3
22.    Balagh (penyampai), dalam surat Ibrahim: 5
23.    Syifa’ (penawar), dalam surat al-Isra’: 87
24.    Qayyim (lurus), dalam surat al-Kahfi: 2
25.    Wahyu, dalam surat an-Nisa’: 45
26.    Dzikr (peringatan), dalam surat al-Anbiya: 50
27.    Mubarok (diberkati), dalam surat al-Anbiya: 50
28.    Zabur, dalam surat al-Anbiya: 50
29.    Al-Furqon (Pembeda), dalam surat al-Furqan: 1
30.    Tanzil (yang diturunkan), dalam surat asy-Syu’ara’:192
31.    Ahsanal Hadits (perkataan terbaik), dalam surat az-Zumar: 23
32.    Matsani (yang diulang-ulang), dalam surat az-Zumar: 23
33.    Mutasyabih (yang serupa), dalam surat az-Zumar: 23
34.    As-Shidq (kebenaran), dalam surat az-Zumar: 33
35.    Basyir (kabar gembira), dalam surat Fushshilat: 4
36.    Nadhir (ancaman), dalam surat Fushshilat: 4
37.    Aziz (mulia), dalam surat Fushshilat: 41
38.    Ar-Ruh, dalam surat asy-Syura:52
39.    Ali (yang tinggi), dalam surat az-Zukhruf:40
40.    Mubin (yang nyata), dalam surat az-Zukhruf: 2
41.    Hikmah (kebijakasanaan), dalam surat al-Qamar: 5
42.    Karim (mulia sekali), dalam surat al-Waqiah: 77
43.    Tadzkirah (peringatan), dalam surat al-Haqqah:49
44.    ‘Ajab (mengherankan), dalam surat al-Jin: 1
45.    Amrullah (keputusan Allah), dalam surat ath-Thalaq: 5
46.    Nabaun Adhim (berita agung), dalam surat An-Naba’: 201
47.    Suhuf (lembaran-lembaran), dalam surat ‘Abasa: 13
48.    Mukarramah (yang dimuliakan), dalam surat ‘Abasa: 13
49.    Marfu’ah (ditinggikan), dalam surat ‘Abasa: 14
50.    Muthohharoh ( yang disucikan), dalam surat ‘Abasa: 14
51.    Majid (yang mulia), dalam surat al-Buruj:21
52.    Qaul (pekataan), dalam surat ath-Thariq:13
53.    Al-Fasl (yang tegas), dalam surat ath-Thariq:130
54.    Al-Hadi (yang memberi petunjuk), dalam surat al-Isra’:9
55.    Balighoh (yang sempurna) , dalam surat al-Qamar: 5[5]
C.    Perbedaan Antara Al-Qur’an, Hadits Qudsi, dan Hadits Nabawi
Definisi al-Qur’an telah dikemukakan pada halaman sebelumnya. Berikut ini adalah definisi hadits qudsi dan hadits nabawi :
Hadits Nabawi
Hadits (baru) dalam arti bahasa lawan qadim (lama). Dan yang dimaksud hadits adalah setiap kata-kata yang diucapkan dan dinukil serta disampaikan oleh manusia baik kata-kata itu diperoleh melalui pendengarannya atau wahyu, baik dalam keadaan jaga ataupun dalam keadaan tidur. Adapun menurut istilah, pengertian hadis nabawi ialah apa saja yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi'li), persetujuan (taqrir), maupun sifat (wasfi).
Yang berupa perkataan seperti perkataan Nabi saw.,
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
"Sesungguhnya sahnya amal itu disertai dengan niat. Dan, setiap orang bergantung pada niatnya ...."(HR Bukhari).
Yang berupa perbuatan ialah seperti ajarannya kepada para sahabat mengenai bagaimana cara mengerjakan salat, kemudian ia mengatakan,
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
"Shalatlah seperti kamu melihat aku shalat." (HR Bukhari).
Adapun yang berupa persetujuan adalah seperti ia menyetujui suatu perkara yang dilakukan salah seorang sahabat, baik perkataan ataupun perbuatan; di hadapannya ataupun tidak, tetapi beritanya sampai kepadanya, seperti makanan biawak yang dihidangkan kepadanya. Dan persetujuannya dalam satu riwayat, Rasulullah saw. mengutus orang dalam satu peperangan. Orang itu membaca suatu bacaan dalam shalat yang diakhiri dengan qul huwallahu ahad. Setelah pulang, mereka menyampaikan hal itu kepada Rasulullah saw., lalu Rasulullah saw. berkata, "Tanyakan kepadanya mengapa ia berbuat demikian?" Mereka pun menanyakan, dan orang itu menjawab, "Kalimat itu adalah sifat Allah dan aku senang membacanya." Maka Rasulullah saw. menjawab, "Katakan kepadanya bahwa Allah pun menyenangi dia." (HR Bukhari dan Muslim).
Yang berupa sifat adalah riwayat seperti bahwa Rasulullah saw. selalu bermuka cerah, berperangai halus dan lembut, tidak keras dan tidak pula kasar, tidak suka berteriak keras, tidak pula berbicara kotor, dan tidak juga suka mencela.
Hadis nabawi itu ada dua macam. Pertama, yang bersifat tauqifi yaitu yang kandungannya diterima oleh Rasulullah SAW dari wahyu, lalu ia menjelaskan kepada manusia dengan kata-katanya sendiri. Bagian ini, meskipun kandungannya dinisbahkan kepada Allah, tetapi dari segi pembicaraan lebih dinisbahkan kepada Rasulullah SAW, sebab kata-kata itu dinisbahkan kepada yang mengatakannya, meskipun di dalamnya terdapat makna yang diterima dari pihak lain.
Kedua, yang bersifat taufiqi yaitu yang disimpulkan oleh Rasulullah SAW menurut pemahamannya terhadap Quran, karena ia mempunyai tugas menjelaskan Quran atau menyimpulkannya dengan pertimbangan dan ijtihad. Bagian kesimpulan yang bersifat ijtihad ini, diperkuat oleh wahyu jika ia benar, dan jika terdapat kesalahan didalamnya, maka turunlah wahyu yang membetulkannya. Bagian ini bukanlah kalam Allah secara pasti.
Dari sini jelaslah bahwa hadis nabawi dengan kedua bagiannya yang tauqifi dan taufiqi dengan ijtihad yang diakui oleh wahyu itu bersumber dari wahyu. Dari inilah makna dari firman Allah tentang Rasul kita Muhammad saw.: وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰٓ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْىٌ يُوحَ (3-4)
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan” (An-Najm:3-4).
Hadits Qudsi
Secara etimologi, kata qudsi dinisbahkan kepada kata quds (kesucian). Karena kata quds itu sendiri menunjukkan kebersihan dan kesucian secara bahasa. Maka kata taqdîs berarti mensucikan Allah. Taqdîs sama dengan tathhîr, dan taqaddasa sama dengan tathahhara (suci, bersih). Seperti dalam firman Allah:
وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ(30)
“.....dan kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan menyucikan diri kami karena Engkau....”. (Al-Baqarah : 30)
Secara terminologi, hadits qudsi adalah satu hadits yang oleh Nabi Muhammad SAW disandarkan kepada Allah SWT. Maksudnya, Nabi meriwayatkannya dalam posisi bahwa yang disampaikannya adalah kalam Allah. Jadi, Nabi itu adalah orang yang meriwayatkan kalam Allah, tetapi redaksi lafadznya dari nabi sendiri.
Untuk memudahkan pemahaman para pembaca, penulis menyertakan contoh hadits qudsi. Adapun contohnya adalah sebagai berikut:
Contoh pertama, Dari Abu Hurairah RA, dari Rasulullah SAW, mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya ‘azza wajalla: “Tangan Allah itu penuh, tidak dikurangi oleh nafkah, baik diwaktu malam ataupun siang hari...”.
Contoh kedua, Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT berfirman: “aku sesuai dengan apa yang menjadi dugaan hamba-Ku. Aku bersamanya bila dia menyebut-Ku. Bila dia menyebut-Ku di dalam dirinya, maka Akupun menyebutnya di khalayak orang ramai yang lebih baik dari itu...”.[6]
Hadis qudsi maknanya dari Allah, ia disampaikan kepada Rasulullah SAW melalui salah satu cara penurunan wahyu, sedang lafadznya dari Rasulullah SAW, inilah pendapat yang kuat. Dinisbahkannya hadis qudsi kepada Allah SWT adalah nisbah mengenai isinya, bukan nisbah mengenai lafadznya. Sebab seandainya hadis qudsi itu lafalnya juga dari Allah, maka tidak ada lagi perbedaan antara hadis qudsi dengan Al-Quran. Dan tentu pula gaya bahasanya menuntut untuk ditantang, serta membacanya pun diangggap ibadah.[7]
Berikut ini tabel perbedaan antara ketiganya adalah sebagai berikut: [8]
al-Qur’an
Hadits Nabawi
Hadits Qudsi
Makna dan lafadznya dari Allah
Makna dari pemahaman Nabi terhadap Firman Allah, kata dan lafadznya dari Nabi sendiri
Makna dari Allah, namun lafadz dari Nabi sendiri
Dinisbahkan hanya kepada Allah
Dinisbahkan kepada Rasulullah
Diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah
Dinukil secara mutawatir seluruhnya (kebenaran mutlak)
Khabar ahad (ada kalanya sahih, hasan, dhaif)
Khabar ahad (ada kalanya sahih, hasan, dhaif)
Membacanya saja merupakan ibadah
Membacanya saja belum ibadah
Membacanya saja belum ibadah
Boleh dibaca di waktu sholat
Tidak boleh dibaca di waktu sholat
Tidak boleh dibaca di waktu sholat
Menyentuhnya harus dalam keadaan suci (tidak berhadats)
Menyentuhnya tidak harus dalam keadaan suci.
Menyentuhnya tidak harus dalam keadaan suci.
Menjadi Mu’jizat
Bukan mu’jizat
Bukan mu’jizat

D.    Cakupan Kandungan Al-Qur’an
Al- Qur’an adalah sumber utama ajaran Islam. Di dalamnya termuat ajaran dan petunjuk tentang akidah, hukum, ibadah, dan akhlak. Pada intinya, al-Qur’an mengandung petunjuk tentang jalan hidup manusia kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Allah berfirman:
إِنَّ هَٰذَا ٱلْقُرْءَانَ يَهْدِى لِلَّتِى هِىَ أَقْوَمُ(9)
“Sesungguhnya al-Qur’an ini menunjukkan kepada jalan yang lebih lurus.” (Al-Isra’: 9)
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ تِبْيَٰنًا لِّكُلِّ شَىْءٍ(89)
“Kami menurunkan al-kitab (al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.” (An-Nahl: 89)
Menurut fazhul Rahma, terdapat delapan tema pokok yang terkandung dalam al-Qur’an, yaitu :
1.        Tuhan
2.        Manusia sebagai individu
3.        Manusia sebagai anggota masyarakat
4.        Alam semesta
5.        Kenabian dan wahyu
6.        Eskatologi
7.        Setan dan kejahatan, dan
8.        Lahirnya masyarakat muslim
Di dalam karyanya yang lain, Rahman menyatakan bahwa semangat dasar al-Qur’an adalah semangat moral yang yang sangat menekankan monoteisme (tauhid), keadilan sosial, dan ekonomi. Menurutnya, hukum moral adalah abadi, manusia tidak dapat memusnahkan hukum moral. Manusia harus menyerahkan diri (islam) kepada hukum moral itu. Selain itu, dalam al-Qur’an terkandung juga pernyataan-pernyataan hukum yang penting. Hukum moral dan pernyatan-pernyataan itu mengarah kepada satu tujuan, yaitu menciptakan tata tertib yang berkeadilan di alam semesta.[9]
Dari pernyataan yang lain, dikatakan pula bahwa di dalam surat-surat dan ayat-ayat alquran terkandung kandungan yang secara garis besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok atau hal utama beserta pengertian atau arti definisi dari masing-masing kandungan inti sarinya, yaitu sebagaimana berikut ini :
1.        Akidah
Akidah adalah keyakinan atau kepercayaan. Akidah islam adalah keyakinan atau kepercayaan yang diyakini kebenarannya dengan sepenuh hati oleh setiap muslim.Dalam islam,akidah bukan hanya sebagai konsep dasar yang ideal untuk diyakini dalam hati seorang muslim.Akan tetapi,akidah tau kepercayaan yang diyakini dalam hati seorang muslim itu harus mewujudkan dalam amal perbuatan dan tingkah laku sebagai seorang yang beriman.
2.        Ibadah dan Muamalah
Kandungan penting dalam Al-Qur’an adalah ibadah dean muamallah.Menurut Al-Qur’an tujuan diciptakannya jin dan manusia adalah agar mereka beribadah kepada Allah.Seperti yang dijelaskan dalam (Q.S Az-Zariyat 51:56).
Manusia selain sebagai makhluk pribadi juga sebagai makhluk sosial.manusia memerlukan berbagai kegiatan dan hubungan alat komunikasi .Komonikasi dengan Allah atau hablum minallah ,seperti shalat,membayar zakat dan lainnya.Hubungan manusia dengan manusia atau hablum minanas ,seperti silahturahmi,jual beli,transaksi dagang, dan kegiatan kemasyarakatan. Kegiatan seperti itu disebut kegiatan Muamallah,tata cara bermuamallah di jelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 82.
3.        Hukum
Secara garis besar Al-Qur’an mengatur beberapa ketentuan tentang hukum seperti hukum perkawinan,hukum waris,hukum perjanjian,hukum pidana,hukum musyawarah,hukum perang,hukum antar bangsa.
4.        Akhlak
Dalam bahasa Indonesia akhlak dikenal dengan istilah moral .Akhlak,di samping memiliki kedudukan penting bagi kehidupan manusia,juga menjadi barometer kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugasnya.Nabi Muhammad saw berhasil menjalankan tugasnya menyampaikan risalah islamiyah,anhtara lain di sebabkan memiliki komitmen yang tinggi terhadap ajhlak.ketinggian akhlak Beliau itu dinyatakan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4.
5.        Tadzkir
Tadzkir adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada manusia akan ancaman Allah SWT berupa siksa neraka. Tadzkir juga bisa berupa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepadaNya dengan balasan berupa nikmat surga
6.        Kisah-kisah umat terdahulu
Kisah merupakan kandungan lain dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an menaruh perhatian penting terhadap keberadaan kisah di dalamnya.Bahkan,di dalamnya terdapat satu surat yang di namaksn al-Qasas.Bukti lain adalah hampir semua surat dalam Al-Qur’an memuat tentang kisah. Kisah para nabi dan umat terdahulu yang diterangkan dalam Al-Qur’an antara lain di jelaskan dalam surat al-Furqan ayat 37-39.
7.        Isyarat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Al-Qur’an banyak menghimbau manusia untuk mengali dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.Seperti dalam surat ar-Rad ayat 19 dan al-Zumar ayat 9. Selain kedua surat tersebut masih banyak lagi dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi seperti dalam kedokteran, farmasi, pertanian, dan astronomi yang bermanfaat bagi kemjuan dan kesejahteraan umat manusia.
Keistimewaan Dan Keutamaan Al-qur’an :
1.        Memberi pedoman dan petunjuk hidup lengkap beserta hukum-hukum untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia seluruh bangsa di mana pun berada serta segala zaman / periode waktu.
2.        Memiliki ayat-ayat yang mengagumkan sehingga pendengar ayat suci al-qur’an dapat dipengaruhi jiwanya.
3.        Memberi gambaran umum ilmu alam untuk merangsang perkembangan berbagai ilmu.
4.        Memiliki ayat-ayat yang menghormati akal pikiran sebagai dasar utama untuk memahami hukum dunia manusia.
5.        Menyamakan manusia tanpa pembagian strata, kelas, golongan, dan lain sebagainya. Yang menentukan perbedaan manusia di mata Allah SWT adalah taqwa.
6.        Melepas kehinaan pada jiwa manusia agar terhindar dari penyembahan terhadap makhluk serta menanamkan tauhid dalam jiwa.[10]













BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang tiada tandingannya yang bernilai mu’jizat, diturunkan kepada nabi Muhammad SAW,  dengan perantara malaikat jibril yang tertulis pada pada mushaf, diriwayatkan secara mutawatir, dan bacaannya termasuk ibadah, yang diawali dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.
As-Suyuti menyebut bahwa musannif kitab al-Burhan fi Musykilati al-Qur’an yaitu Abul Ma’ali Syaidalah telah meneliti ada 55 nama al-Qur’an sesuai dengan firman Allah sendiri, diantaranya adalah al-Kitab (buku), Busyro (kabar gembira), ‘Ilmu (ilmu pengetahuan), Al-Urwatil wusqo (tali yang kuat), Al-Haq (kebenaran), Tanzil (yang diturunkan), dan lain sebagainya.
Secara sederdana perbedaan al-Qur’an, hadits qudsi, dan hadits nabawi adalah jika al-Qur’an makna dan lafadznya dari Allah, hadits qudsi makna dari pemahaman nabi terhadap firman Allah, kata dan lafadznya dari nabi sendiri. Sedangkan hadits nabawi makna dari Allah, namun lafadznya dari nabi sendiri.
Di dalam surat-surat dan ayat-ayat al-Qur’an juga memiliki kandungan yang secara garis besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok atau hal utama yaitu mengenai akidah, ibadah dan muamalah, hukum, akhlak, tadzkir, kisah-kisah umat terdahulu, Isyarat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
B.     Saran
Dalam penulisan makalah ini tentunya penulis menyadari bahwa masih terdapat kesalahan dan kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.



Daftar Pustaka
Al-Qattan , Manna Khalil. 2001. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: PT. Pustaka Litela AntarNusa.
Al-Qaththan, Syaikh Manna’. 2006. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Hamzah, Muchtolab. 2003. Studi Al-Qur’an Komprehensif. Wonosobo: Gama Media
Shihab, Quraish. 1999. Sejarah & Ulum Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Syakur. 2001. Ulum al-Qur’an. Semarang: PKPI2 – FAI Universitas Wahid Hasyim.

















[1] Syaikh Manna’ Al-qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), hlm. 16
[2] M. Syakur, Ulum al-Qur’an, (Semarang: PKPI2 – Universitas Wahid Hasyim, 2001), hlm. 2
[3] Muchotob hamzah, Studi Al-Qur’an Komprehensif, (Wonosobo: Gama Media, 2003), hlm. 1-2
[4] M. Syakur, Op.Cit, hlm. 5-6
[5] Muchotob hamzah, Op.Cit, hlm. 3-6
[6] Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Pustaka Litela AntarNusa, 2001), hlm. 22-26
[7] Ibid. hlm. 28
[9] Quraish Shihab, Sejarah & Ulum Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), hlm. 56
[10] https://zainrochmanstmikprsw.wordpress.com/2012/01/05/makalah-al-quran-dan-al-hadits-sebagai-sumber-hukum-islam/  diakses tanggal 30 Mei 2015, pukul 15.40 WIB

No comments:

Post a Comment