Monday, November 2, 2015

ULUMUL QUR'AN DAN SEJARAHNYA

TUGAS MANDIRI
MAKALAH ‘ULUM AL-QUR’AN
‘ULUM AL-QUR’AN DAN SEJARAHNYA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah ‘Ulum Al-Qur’an
Dosen Pengampu : Shobirin, S.Ag, M.Ag




Disusun Oleh :
Zahirotus Sya’diyah          : 1420210041


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI EKONOMI SYARI’AH
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam yang pertama.sehingga kita hendaknya harus dapat memahami tentang kandungan di dalamnya. Al-Qur’an dengan huruf-hurufnya, bab-babnya, surat-suratnya dan ayat-ayatnya yang sama di seluruh dunia, baik di Jepang, Brasilia, Iraq dan lain-lain. Andaikata ia bukan dari allah Swt, tentu terdapat perbedaan yang banyak.
Al-Qur’an adalah laksana sinar yang memberikan penerangan terhadap kehidupan manusia, bagaikan pelita yang memberikan cahaya kearah hidayah ma’rifah. Al-Qur’an juga adalah kitab hidayah dan ijaz (melemahkan yang lain). Ayat-ayatnya tentu ditetapkan kemudian diperinci dari Allah SWT yang maha bijaksana dan maha mengetahui.
Oleh karena itu kita sebagai umat Islam harus benar-benar mengetahui kandungan-kandungan yang ada didalamnya dari berbagai aspek. ‘Ulum Al-Qur’an adalah salah satu jalan yang bisa membawa kita dalam memahami kandungan Al-Qur’an.
Selain memahami Al-Qur’an kita juga perlu mengetahui bagaimana perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an dan siapa saja tokoh-tokoh yang menjadi pendongkrak munculnya ‘Ulum Al-Qur’an. Secara tidak langsung pemikiran merekalah yang mengilhami kita dalam memaham Al-qur’an.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian ‘Ulum Al-Qur’an?
2.      Apa objek pembahsan ‘Ulum Al-Qur’an?
3.      Bagaimana perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an?
4.      Bagaimana metode penulisan ‘Ulum Al-Qur’an?
5.      Apa tujuan ‘Ulum Al-Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian ‘Ulum Al-Qur’an dan Objek Bahasannya
Pengertian ‘Ulum Al-Qur’an
Kata ‘Ulum Al-Qur’an tersusun dari dua kata secara idhafi, yaitu kata ulum yang dimudhafkan kepada kata Al-Qur’an. Pertama-tama akan dibahas kedua unsur itu, yaitu makna kata ulumul dan Al-Qur’an. Kemudian akan dibahas pula pengertian ‘Ulum Al-Qur’an.
1.      Arti kata ‘Ulum
Kata ulum secara etimoligi adalah jamak dari kata ‘ilmu. Menurut bahasa kata ‘ilmu adalah masdar yang maknanya sinonim dengan paham dan makrifat. Menurut sebagian pendapat, kata ilmu itu merupakan isim jinis yang berarti pengetahuan. Kemudian pengertian kata ilmu ini berkembang dalam berbagai istilah dan dipakai sebagaimana dari pengetahuan tentang Al-Qur’an ini.[1]
2.      Arti kata Al-Qur’an
Al-Qur’an secara bahasa berasal dari bahasa Arab قَرأ- يقرأ- قران yang artinya bacaan. Sedangkan secara istilah sebagaimana didefinisikan ulama ushul, ulama fiqih, dan ulama bahasa, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat,  melalui malaikat Jibril, diturunkan seacra mutawatir, dan mebacanya mempunyai nilai ibadah.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dilihat dari segi makna (ta’rif), ‘Ulum Al-Qur’an mempunyai dua makna, yaitu makna idhafi dan makna ‘alam (nama diri).
a.       Makna idhafi
Bergandengnya kata ‘Ulum dengan kata Al-Qur’an menunjukkan adanya penjelasan tentang jenis-jenis ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan Al-Qur’an; ilmu yang bersangkutan dengan pembelaan tentang keberadaan Al-Qur’an dan permasalahannya; berkenaan dengan proses hukum yang terkandung di dalamnya; berkenaan dengan penjelasan bentuk mufradatnlafal Al-Qur’an; Al-Qur’an sebagai way of life dalam memasuki dinamika kehidupan ; hukum-huku pidana dan sebagainya.
Setiap ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan itu semua brsumber pada Al-Qur’an dan sebagai slah satu metode untuk menegtahui kemukjizatan Al-Qur’an, seperti ilmu-ilmu Tafsir, Tajwid, Nasikh-MAnsukh, Fiqh, Tauhid, Fara’id, Tata Bahasa dan lain-lain. Bahkan sebagian ulama ada yang memperluas jangkauan ilmu pengetahuan di luar lingkup ‘Ulum Al-Qur’an, yakni ilmu-ilmu Desain, Falak, Matematika, Teknik, Kedokteran, dan lain-lain.
Esensi Al-Qur’an penuh dengan titah riset dan ilmu pengetahuan, namun tidak memasukkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan riset dan ilmu alamiyah ke dalam bagian dari ‘Ulum Al-Qur’an. Karena riset dan ilmu kealaman bersifat umum yang dianjurkan Al-Qur’an, sedangkan ilmu-ilmu yang termasuk kategoei ‘Ulum Al-Qur’an adalah ilmu-ilmu yang khusus dan secara spesifik menjelaskan keberadaan Al-Qur’an dan ketetapan hukum yang terdapat di dalamnya.
Maka yang diamksud dengan ‘Ulum Al-Qur’an dalam pengertian idhafi adalah “semua unsur ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan pengetahuan agama dan tata bahasa Arab”.
b.      Makna ‘Alam (Metodologi Kodifikasi)
Apabila makna idhafi di transformasikan ke dalam makna ‘alamiyah maka ilmu yang bersangkutan disebut sebagai cabang ilmu yang membicarakan metodologi kedifikasi ilmu-ilmu Al-Qur’an, dan objeknya menjadi lebih khusus dibandingkanobjek ‘Ulum Al-Qur’an ditinjau dari segi makna idhafi.
Oleh karena itu, definisi ‘Ulum Al-Qur’an ditinjau dari makna ‘alam adalah “suatu ilmu yang membahas Al-Qur’an yang berkaitan dangan tujuan diturunkan, upaya pengumpulan bacaan, penafsiran, nasikh-mansukh, asbab an-nuzul, ayat-ayat makkiyan dan madaniyah dan lain-lain.
‘Ulum Al-Qur’an ditinjau dari segi ‘alam dinamakan juga Ushul at-tafsir (pokok-pokok ilmu tafsir) karena mencakup beberapa ilmu yang menjadi syarat utama bagi para mufassir agar terlebih dahulu dipelajari, dipahami dan dikaji secara detail.[2] 
Mengenai kemunculan istilah ‘Ulum Al-Qur’an untuk pertama kalinya, para penulis menyatakan bahwa istilah ini muncul pada abad VI H oleh Abu Al-Farj bin Al-Jauzi. Pendapat ini disitir pula oleh Asy-Suyuthi dalam pengantar kitab al-Itqan. Al-Zarqani mengatakan bahawa istilah itu muncul pada awal abad V H melalui tangan Al-Hufi (w. 430 H) dalam karyanya yang berjudul Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an.
            Objek Pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an
Mengingat banyaknya ilmu yang ada kaitan dengan pembahasan Al-Qur’an, ruang lingkup pembahasan ‘Ulmu Al-Qur’an itu jumlahnya sangat banyak. Bahkan menurt Abu Bakar Al-‘Arabi, ilmu-ilmu Al-Qur’an itu mencapai 77.450. Hitungan ini diperoleh dari hasil perkalian jumlah kalimat Al-Qur’an dengan empat, karena masing-masing kalimat mempunyai makna zhahir, batin, had, dan mathla’. Jumlah itu akan semakin bertambah jika melihat urutan kalimat di dalam Al-Qur’an serta hubungan antarurutan itu. Jika sisi itu yang dilihat, ruang lingkup pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an tidak akan dapat dihitung (tak terhingga lagi) lagi.
Berkenaan dengan persoalan ini, M. Hasbi As-Shiddieqy berpendapat bahwa ruang lingkup pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an terdiri dari enam hal pokok berikut ini :
1.      Persoalan Turunnya Al-Qur’an (Nuzul Al-Qur’an)
Persoalan ini menyangkut tiga hal :
a.       Waktu dan tempat turunnya Al-Qur’an (auqat nuzul wa mawathin an-nuzul)
b.      Sebab-sebab turunnya Al-Qur’an (asbab an-nuzul)
c.       Sejarah turunnya Al-Qur’an (tarikh an-nuzul)
2.      Persoalan Sanad (Rangkaian Para Periwayat)
persoalan ini menyangkut enam hal :
a.       Riwayat mutawatir
b.      Riwayat ahad
c.       Riwayat syadz
d.      Macam-macam qira’at Nabi
e.       Para perawi dan penghapal al-Qur’an
f.       Cara-cara penyebaran riwayat (tahammul)
3.      Persoalan Qira’at (Cara Pembacaan Al-Qur’an)
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut ini :
a.       Cara berhenti (waqaf)
b.      Cara memulai (ibtida’)
c.       Imalah
d.      Bacaan yang dipanjangkan (madd)
e.       Meringankan bacaan hamzah
f.       Memasukkan bunyi huruf yang sukun kepada bunyi sesudahnya (idhgam)
4.      Persoalan Kata-Kata Al-Qur’an
Persoalan ini menyangkut beberapa hal berikut :
a.       Kata-kata Al-Qur’an yang asing (gharib)
b.      Kata-kata al-Qur’an yang berubah-ubah harakat akhirnya (mu’rob)
c.       Kata-kata Al-Qur’an yang mempunyai makna serupa (homonym)
d.      Padanan kata-kata al-Qur’an (sinonim)
e.       Isti’arah
f.       Penyerupaan (tasybih)
5.      Persoalan Makna-Makna Al-Qur’an Yang Berkaitan Dengan Hukum
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut :
a.       Makan umum (‘am) yang tetap dalam keumumannya
b.      Makan umum (‘am) yang dimaksudkan makna khusus
c.       Makan umum (‘am) yang maknanya dikhususkan sunnah
d.      Nash
e.       Makna lahir
f.       Makna global (mujmal)
g.      Makan yang diperinci (mufashshal)
h.      Makna yang ditunjukkan oleh konteks pembicaraan (manthuq)
i.        Makan yang dapat di pahami dari konteks pembicaraan (mafhum)
j.        Nash yang petunjukknya tidak melahirkan keraguan (muhkam)
k.      Nash yang muskil ditafsirkan karena terdapat kesamaran di dalamnya (mutasyabih)
l.        Nash yang maknanya tersembunyi karena suatu sebab yang terdapat pada kata itu sendiri (musykil)
m.    Ayat yang menghapus dan dihapus (nasikh-mansukh)
n.      Yang didahulukan (muqaddam)
o.      Yang diakhirkan (mu’akhakhar)
6.      Persoalan Makna-Makna Al-Qur’an Yang Berpautan dengan Kata-Kata Al-Qur’an
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut :
a.       Berpisah (fashl)
b.      Bersambung (washl)
c.       Uraian singkat (i’jaz)
d.      Uraian panjang (ithnab)
e.       Uraian seimbang (musawah)
f.       Pendek (qashr)
B.     Sejarah Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an

1.      Fase Sebelum Kodifikasi (Qabl ‘Ashr At-Tadwin)
Pada fase sebelum kodifikasi, ‘Ulum Al-Qur’an kurang lebih sudah merupakan benih yang kemunculannya sangat dirasakan semenjak Nabi masih ada. Hal itu ditandai dengan kegairahan para sahabat untuk mempelajari Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh. Terlebih lagi, diantara mereka sebagaimana diceritakan oleh Abu Abdurrahman As-Sulami, ada kebiasaan untuk tidak berpindah kepada ayat lain, sebelum dapat benar-benar memahami dan mengamalkan ayat yang sedang dipelajarinya. Mereka mempelajari sekaligus mengamalkan ayat yang sedang dipelajarinya. Tampaknya, itulah sebabnya mengapa Ibn ‘Umar memmerlukan waktu delapan tahun hanya untuk menghapal surat Al-Baqarah.
Kegairahan para sahabat untuk mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an tampaknya lebih kuat lagi ketika Nabi hadir di tengah-tengah mereka. Hal inilah yang kemudian mendorong Ibn Taimiyyah untuk mengatakan bahwa nabi sudah menjelaskan apa-apa yang menyangkut penjelasan Al-qur’an kepada para sahabatnya.
2.      Fase Kodifikasi
Pada fase sebelum kodifikisi, ‘Ulum Al-Qur’an juga ilmu-ilmu lainnya  belum dikodifikasikan dalam bentuk kitab atau mushaf. Satu-satunya yang sudah dikodifikasikan saat itu adalah Al-Qur’an. Fenomena itu terus berlangsung sampai ketika ‘Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad Ad-Dauli untuk menulis ilmu nahwu. Perintah ‘Ali inilah yang membuka gerbang pengodifikasian ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Pengodifikasian itu semakin marak dan meluas ketika Islam berada pada tangan pemerintahan Bani Umayyah dan Bani ‘Abbasiah pada periode-periode awal pemerintahannya.
a.       Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad II H Tentang masa penyusunan ilmu-ilmu agama yang dimulai sejak permulaan abad II H, para ulama memberikan prioritas atas penyususnan tafsir sebab tafsir merupakan induk ‘Ulum Al-Qur’an. Di antara ulama abad II H yang menyusun tafsir adalah:
1)      Syu’bah Al-Hajjaj (wafat tahun 160 H)
2)      Sufyan bin ‘Uyainah (wafat tahunn198 H)
3)      Muqatil bin Sulaiman (wafat tahun 150 H).
b.      Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad III H
Pada abad III H selain tafsir dan ilmu tafsir, para ulama mulai menyusun pula beberapa ilmu Al-Qur’an, di antaranya:
1)      ‘Ali bin Al-Madani (w. 234 H), gururnya imam Al-Bukhari yang menyusun ilmu Asbab An-Nuzul
2)      Abu Ubaid Al-Qasimi bin Salam (w. 224 H) yang menyusun ilmu Nasikh wa Al-Mansukh, ilmu Qira’at, dan Fadha’il Al-Qur’an
3)      Muhammad bin Ayyub Adh-Dhurraits (w. 294 H) yang menyusun ilmu Makki wa Al-Madani
4)      Muhammmad bin Khalaf Al-Marzuban (w. 309 H) yang menyusun kitab Al-Hawi fi ‘Ulum Al-Qur’an.
c.       Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad IV H
Pada abad IV H mulai disusun ilmu Gharib Al-Qur’an dan beberapa kitab ‘Ulum Al-Qur’an dengan memaknia istilah ‘Ulum Al-Qur’an. Di antara ulam yang menyusun ilmu-ilmu itu adalah:
1)      Abu Bakar As-Sijistani (w. 330 H) yang menyusun kitab Gharib Al-Qur’an
2)      Abu Bakar Muhammad bin Al-Qasim Al-Anbari (w. 328 H) yang menyusun kitab ‘Aja’ib ‘Ulum Al-Qur’an. Di dalam kitab itu ia menjelaskan perihal tujuh huruf (sab’ah ahruf), penulisan mushaf, jumah bilangan surat, ayat-ayat dan surat-surat dalam Al-Qur’an.
3)      Abu Al-Hasan Al-Asy’ari (w. 324 H) yang menyusun kitab Al-Mukhtazan fi ‘Ulum Al-Qur’an.
d.      Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad V H
Pada abad ini mulai disusun ilmu I’rab Al-Qur’an dalam satu kitab. Di samping itu, penulisan kitab-kitab ‘Ulum Al-Qur’an masih terus dilakukan oleh ulama masa ini. Di antara ulama yang berjasa dalam pengembangan ‘Ulum Al-Qur’an pada masa ini adalah:
1)      ‘Ali bin Ibrahim bin Sa’id Al-Hufi (w. 430 H), selain memelopori penyusunan I’rab Al-qur’an, ia pun menyusun kitab Al-Burhan fi ‘UlumAl-qur’an. Kitab ini selain menafsirkan Al-Qur’an seluruhnya, juga mnerangkan ilmu-ilmu Al-Qur’an yang ada hubungannya dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang ditafsirkan.
2)      Abu ‘Amr Ad-Dani (w. 444 H) yang menyusun kitab At-Tafsir fi Qira’at As-Sab’I dan kitab Al-Muhkam fi An-Naqth.
e.       Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad VI H
Pada abad ini terdapat ulama yang mulai menyusun Ilmu Mubhamat Al-Qur’an, di antaranya adalah:
1)      Abu Al-Qasim bin ‘Abdurrahman As-Suhaili (w. 581 H) yang menyusun kitab Mubahmat Al-Qur’an. Kitab ini menjelaskan maksud kata-kata Al-Qur’an yang tidak jelas, apa atau siapa yang dimaksudkan.
2)      Ibn Al-Jauzi (w. 597 H) yang menyusun kitab Funun Al-Afnan fi’Ajaib Al-Qur’an dan kitab Al-Mujtaba’ fi ‘Ulum Tata’allaq bi Al-Qur’an.
f.       Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad VII H
Pada abad ini ilmu-ilmu Al-Qur’an terus berkembang dengan mulai tersusunnya ilmu Majaz Al-Qur’an dan Ilmu Qira’at. Diantara ulama abad VII yang besar perhatiannya terhadap ilmu-ilmu ini adalah:
1)      Alamuddin As-Sakhawi (w. 643 H), kitabnya mengenai ilmu Qira’at dinamai Hidayat Al-Murtab fi Mutasyabih.
2)      Ibn ‘Abd As-Salam yang terkenal dengan nama Al-‘Izz (w. 660 H) yang memelopori penulisan ilmu Majaz Al-Qur’an dalam satu kitab.
g.      Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad VIII H
Pada abad ini muncullah beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang Al-Qur’an, sedangkan penulisan kitab-kitab tentang Ulum Al-Qur’an terus berjalan, diantara mereka adalah:
1)      Ibn Abi Al-Isba’ yang menyusun ilmu Bada’i Al-Qur’an suatu ilmu yang membahas macam-macam badi’ (keindahan bahasa dan kandungan Al-Qur’an) dalam Al-Qur’an.
2)      Ibn Al-Qayyim yang menyusun ilmu Aqsam Al-Qur’an, suatu ilmu yang membahas sumpah-sumpah yang terdapat dalam Al-Qur’an.
3)      Najmuddin Ath-Thufi yang menyusun ilmu Hujaj Al-Qur’an atau ilmu Jadal  Al-Qur’an, suatu ilmu yang membahas bukti-bukti atau argumentasi-argumentasi yang dipakai Al-Qur’an untuk menetapkan sesuatu.
h.      Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad IX dan X H
Pada abad IX dan permulaan abad X H, makin banyak karangan yang ditulis ulama tentang ‘Ulum Al-Qur’an. Pada masa in perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an mencapai kesempurnaannya. Diantara ulama yang menyusun ‘Ulum Al-Qur’an pada masa ini adalah:
1)      Jalaluddin Al-Bulqini (w. 824 H) yang menyusun kitab Mawaqi’ Al-‘Ulum min Mawaqi’ An-Nujum. Al-Bulqini ini dipandang Asy-Suyuthi sebagai ulama yang memelopori penyusunan kitab Ulum Al-Qur’an yang lengkap. Dan di dalam kitabnya itu telah dimuat 50 macam persoalan ‘Ulum Al-Qur’an.
2)      Muhammad bin Sulaiman Al-Kafiyaji (w. 879 H) yang menyusun kitab At-Tafsir fi Qawa’id At-Tafsir. Karya itu sebagaimana dikatakan penulisnya, berbeda dengan karya-karya sebelumnya. Kitab ini sangat tipis terdiri dari dua bab dan penutup. Bab pertama menjelaskan makna tafsir, takwil, Al-Qur’an, surat, dan ayat. Bab kedua menjelaskan syarat-syarat penafsiran bi al-ra’yi yang dapat diterima, sedangkan kgatimahnya berisi etika-etika guru dan murid.
i.        Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad XIV H
Setelah memasuki abad XIV H, bangkitlah kembali perhatian ulama dalam penyusunan kitab-kitab yang membahas Al-Qur’an dari berbagai segi. Kebangkitan ini diantaranya dipicu oleh kegiatan ilmiah di Universitas Al-Azhar Mesir, terutama ketika universitas ini membuka jurusan-jurusan bidang studi yang menjadikan tafsir dan hadis sebagai salah satu jurusannya.
Diantara karya-karya ‘Ulum Al-Qur’an yang lahir pada abad ini adalah:
1)      Syeikh Thahir Al-Jazairi yang menyusun kitab At-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur’an yang selesai pada tahun 1335 H.
2)      Jamaluddin Al-Qasimy (w. 1332 H) yang menyusun kitab Mahasin Al-Ta’wil. Juz pertama kitab ini dikhususkan untuk pembicaraan ‘Ulum Al-Qur’an.
3)      Ustadz Malik bin Nabi yang menyusun kitab Az-Zhahirah Al-Quraniyah. Kitab ini sangat penting dan banyak berbicara mengenai wahyu.
4)      Syekh Muhammad Musthafa Al-Maraghi yang menyusun sebuah risalah yang menerangkan kebolehan kita menerjemahkan Al-Qur’an. Ia pun menulis kitab Tafsir Al-Maraghi.[3]
C.    Metode Penulisan dan Tujuan ‘Ulum Al-Qur’an
Metode Penulisan Ulumul Al-Qur’an
Pembahasan yang dipakai dalam ‘Ulum Al-Qur’an ialah metode deskripif, yaitu dengan cara memberikan penjelasan dan keterangan yang mendalam mengenai bagian-bagian  Al-Qur’an yang mengandung aspek-aspek ‘Ulum Al-Qur’an. Misalnya, orang yang membahas Ilmu Majazil Qur’an, maka dia mengambil lafal-lafal Al-Qur’an yang majaz, lalu dijelasakan dngan panjang lebar bentuk-bentuk lafal majaz dan segala macamnya.
Dengan cara demikian itu, maka banyaklah tersusun kitab-kitab tentang ilmu Al-Qur’an dalam berbagai bidang dan cabang-cabangnya yang merupakan karya-karya besar dan bermutu tinggi dari hasil usaha-usaha perintis-perintis pertumbuhan cabang-cabang ‘Ulum Al-Qur’an,  dan yang dikenal dengan ‘Ulum Al-Qur’an dengan arti idhafi. Pertumbuhan cabang-cabang V itu terjadi sejak abad II H hingga sampai abad VII H yang menghasilkan kitab-kitab tentang ilmu-ilmu Al-Qur;an dan berbagai disiplin pebahasan ilmu.
Oleh para ulama abad V / VII H itu, beberapa pembahasan dari berbagai kitab-kitab ‘Ulum Al-Qur’an idhafi itu kemudian diintegrasikan (digabungkan) menjadi satu ilmu / satu pembahasan yang merupakan kumpulan dari seluruh cabang-cabang ilmu tentang Al-Qur’an itu, yang kemudian dikenal sebagai ‘Ulum Al-Qur’an yang mudawwan atau yang sudah sistematis.
Dengan demikian, pertumbuhan ‘Ulum Al-Qur’an dan metode pembahasannya adalah secara diskusi, yaitu tumbuh dan membahas hal-hal yang khusus terlebih dahulu, baru kemudian ilmu itu digabungkan menjadi satu, lalu membahas hal-hal yang umum. Sebab, yang timbul lebih dahulu adalah cabang ‘Ulum Al-Qur’an yang masih idhafi, yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri.tiap-tiap cabang hanya membicarakan Al-qur’an dari segi-segi khusus,menjadi bidang pembahasannya, yang sesuai dengan nama dan sebutannya masing-masing.Cabang ilmu Nasikh—Mansukh misalnya,hanya membicarakan Al-qur’an khusus dalam soal nasakh-mansukh itu. Ilmu Muhkam wal Mutasyabih pun hanya membahas Al-qur’an khusus dari segi kemuhkaman atau kemutasyabihanlafal-lafal Al-qur’an. Tapi setelah cabang-cabang itu diintegrasikan menjadi satu ilmu, lalu timbul Ulumul Qur’an  yang Mudawwan atau Ulumul Qur’an yang sistematis,barulah pembahasanya secara umum dan menyeluruh,yang meliputi seluruh segi-segi kitab suci Al-qur’an. Disamping itu, dalam Ulumul Qur’an  yang Mudawwan,setelah ilmu itu membahas semua segi Al-Qur’an,maka selain memakai metode deduksi , kiranya juga memakai metode komperasi,yaitu dengan cara memperbandingkan  segi yang satu dengan yang lain,riwayat sebab turun ayat yang satu dengan riwayat yang lain, dan pendapat ulama yang satu dengan yang lainnya,dan sebagainya.
Jadi,mula-mula dalam ilmu-ilmu cabang memakai metode deskripsi,kemudian Ulumul Qur’an yang Mudawwan menggunakan metode  deduksi dan komperasi.
Tujuan ‘Ulumul Qur’an
Tujuan mempelajari Ulumul Qur’an ialah untuk memcapai hal-hal sebagai berikut :
a.)    Untuk mengetahui secara ihwal kitab al-qur’an sejak dari turunnya wahyu yang pertama kepada nabi Muhammad SAW, sampai keadaan kitab itu hingga sekarang. Sebab,dengan ulumul quran itu akan bisa diketahui bagaimana wahyu al-quran itu turun dan diterima oleh nabi Muhammad SAW, dan bagaimana beliau menerima dan membacanya,serta bagaimana beliau mengajarkannya kedapa para sahabat serta menerangkan tafsiran  ayat-ayatnya kepada mereka. Dan dengan ilmu itu dapat diketahui pula perhatian umat islam terhadap kitab sucinya pada tiap-tiap abad serta usaha-usaha mereka dalam memelihara, menghafalkan,menafsirkan dan mengistimbatkan hukum-hukum ajaran al-qur’an ,dan sebagainya.
b.)    Untuk dijadikan alat bantu dalam membaca lafal ayat-ayatnya,memahami isi kandungannya,menghayati dan mengamalkan aturan-aturan/hukum ajarannya serta untuk menyelami rahasia dan hikmah disyariatkannya sesuatu peraturan/hukum dalam kitab itu. Sebab, hanya dengan mengetahui dan menguasai pembahasan-pembahasan ulumul qur’an inilah, orang baru akan bisa membaca lafal ayat-ayatnya dengan baik,sesuai dengan aturan. Dan dengan ulumul qur’an itu pula, orang akan bisa mengerti isi kandungan al-qur’an, baik yang berupa segi-segi kemukjizatannya, atau segi hukum-hukum petunjuk ajarannya,sesuai dengan keterangan-keterangan dari ilmu I’jazil  qur’an,ilmu tafsisril qur’an,dan ilmu ushulil fiqh,yang juga berupa bidang-bidang pembahasan dari ulumul qur’an itu.
c.)    Untuk dijadikan senjata pamungkas guna untuk melawan orang-orang non-muslim  yang mengingkari kewahyuan  Al-Qur’an dan membantah tuduhan orang-orang orientalis,yang menyatakan tentang sumber-sumber al-qur’an  itu dari Muhammad SAW. Atau dari orang-orang tertentu,yang tiap-tiap abad ada raja orang yang melemparkan tuduhan-tuduhan keji terhadap kesucian kitab Al-Qur’an . kalau umat islam berkewajiban membela agamanya,jelaskan kewajiban pertama yang harus dibelanya ialah membela eksistensi   dan fungsi kitab sucu ini,dengan mempertahankan kesucian,kemuliaan dan kegunaannya.
Syeikh Ali Ash-Shabuni dalam kitabnya At-Tibyan Fi ‘Ulumil Al-Qur’an menerangkan, tujuan mempelajari ‘Ulumul Al-Qur’an Adalah agar dapat memahami maksud Kalam Allah SWT sesuai keterangan dan penjelasan dari Nabi Muhammad SAW dan dari tafsiran-tafsiran para sahabat serta tabi’in terhadap ayat-ayat suci Al-Qur’an dan di dalam menerangkan syarat-syarat bagi para mufassir dan sebagainya.[4]
D.    Penulisan Kitab-Kitab Ulumul Qur’an
1.      Abad kedua hijriah
a.       Muhammad bin Khalaf Al-Marzuban, kitabnya adalah Al-Hawi fi ‘Ulum Al-Qur’an
2.      Abad ketiga hijriah
a.       Ali ibn Al-Madiny, beliau menyusun kitab dalam ilmu Asbab An-Nuzul.
b.      Abu Ubaid Al-Qasim ibn Salam, beliau menyusun kitab tentang ilmu Nasikh wa Al-Mansukh, ilmu Al-Qira’at dan tentang ilmu Fadha’ilul Al-Qur’an.
3.      Abad keempat hijriah
a.       Abu BAkar Muhammad ibn Al-Qasim Al-Anbary, kitabnya bernama Ajaibu Ulumil Qur’an. Membahas tentang fadhailul Qur’an, turunnya Al-Qur’an atas tujuh huruf, tentang menulis mushaf dan bilangan surat, ayat dan kalimat.
b.      Abu Hasan AL-Asy’ari, kitabnya bernama Al-Mukhtazan fi Ulumil Qur’an.
c.       Abu Bakar As-Sijistany, kitabnya bernama Gharibul Qur’an.
4.      Abad kelima hijriah
a.       Abu Amar Ad-Dany, kitabnya bernama At-Tafsir bil Qira’atis Sab’i, dan Al-Muhkamu fin Nuqath.
b.      Ali ibn Ibrahim ibn Said Al Hufy, yang kitbnya bernama Al-Burhan fi Ulumil Qur’an dan I’rabul Qur’an.
Diantara ilmu yang lahir pada abad ini adalah ilmu Amtsalul Qur’an.
5.      Abad keenam hijriah
a.       Abdul Qasim Abdur Rahman, kitabnya bernama Muhammatul Qur’an
b.      Ibnu JAuzy, kitabnya bernama Fununul Afnan ‘Ajaibu Ulumil Qur’an.
6.      Abad ketujuh hijriah
a.       Alamuddin As-Sakhawy, kitabnya bernama Hidayatul Murtab fil Mutasyabihi
b.      Ibnu Abdis Salam, kitabnya adalah Majazul Qur’an
c.       Abu syamah Abdur Rahman ibn Ismail Al-Maqdisy, kitabnya adalah Musyidatul Wajiz fima Yata’allaqu bil Qur’anil Aziz.
7.      Abad kedelapan hijriah
a.       Badruddin Az-Zarkasyi, kitabnya bernama Al-Burhan fi Ulumil Qur’an.
b.      Taqiyyudin Ahmad bin Taimiyah al-Harrani, kitabnya adalah Ushul Al-Tafsir
8.      Abad kesembilan hijriah
a.       Muhammad ibn Sulaiman Al-Kafiyaji, kitabnya adalah At-Tafsir fi Qawaidit tafsir
b.      Jalaludidin Al-Bulqany, kitabnya adalah Mawaqi’ul Ulum min Mawaqi’in Nujum
c.       As-Sayuhy, kitabnya adalah At-Tahbir fi Ulumit Tafsir
9.      Abad keempat belas hijriah
a.       As-Syeikh Tahir Al Jazairy, kitabnya bernama At-Tibyan fi Ba’dhil MAhabitsi Al-Muta’alliqati bil Qur’an
b.      Jamaludidin Al-Qasimy, kitabnya bernama Mahasitut Takwil
c.       Muhammad Abdul Azim Az-Zarqany, kitabnya adalah Manahilul Irfan fi Ulumil Qur’an.[5]













BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
1.      ‘Ulum Al-Qur’an dapat dimaknai dari makna idhafi dan makna ‘alam:
‘Ulum Al-Qur’an dalam pengertian idhafi adalah “semua unsur ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan pengetahuan agama dan tata bahasa Arab”.
‘Ulum Al-Qur’an ditinjau dari makna ‘alam dinamakan juga Ushul at-tafsir (pokok-pokok ilmu tafsir) karena mencakup beberapa ilmu yang menjadi syarat utama bagi para mufassir agar terlebih dahulu dipelajari, dipahami dan dikaji secara detail.
2.      Objek pembahsan ‘Ulum Al-Qur’an adalah
a.       Persoalan Turunnya Al-Qur’an (Nuzul Al-Qur’an)
b.      Persoalan Sanad (Rangkaian Para Periwayat)
c.       Persoalan Qira’at (Cara Pembacaan Al-Qur’an)
d.      Persoalan Kata-Kata Al-Qur’an
e.       Persoalan Makna-Makna Al-Qur’an Yang Berkaitan Dengan Hukum
f.       Persoalan Makna-Makna Al-Qur’an Yang Berpautan dengan Kata-Kata Al-Qur’an.
3.      Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an
a.       Fase Sebelum Kodifikasi (Qabl ‘Ashr At-Tadwin)
Pada fase sebelum kodifikasi, ‘Ulum Al-Qur’an kurang lebih sudah merupakan benih yang kemunculannya sangat dirasakan semenjak Nabi masih ada. Hal itu ditandai dengan kegairahan para sahabat untuk mempelajari Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh. Terlebih lagi, diantara mereka sebagaimana diceritakan oleh Abu Abdurrahman As-Sulami, ada kebiasaan untuk tidak berpindah kepada ayat lain, sebelum dapat benar-benar memahami dan mengamalkan ayat yang sedang dipelajarinya. Mereka mempelajari sekaligus mengamalkan ayat yang sedang dipelajarinya. Tampaknya, itulah sebabnya mengapa Ibn ‘Umar memmerlukan waktu delapan tahun hanya untuk menghapal surat Al-Baqarah.
Kegairahan para sahabat untuk mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an tampaknya lebih kuat lagi ketika Nabi hadir di tengah-tengah mereka. Hal inilah yang kemudian mendorong Ibn Taimiyyah untuk mengatakan bahwa nabi sudah menjelaskan apa-apa yang menyangkut penjelasan Al-qur’an kepada para sahabatnya.
b.      Fase Kodifikasi
Pada fase sebelum kodifikisi, ‘Ulum Al-Qur’an juga ilmu-ilmu lainnya  belum dikodifikasikan dalam bentuk kitab atau mushaf. Satu-satunya yang sudah dikodifikasikan saat itu adalah Al-Qur’an. Fenomena itu terus berlangsung sampai ketika ‘Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad Ad-Dauli untuk menulis ilmu nahwu. Perintah ‘Ali inilah yang membuka gerbang pengodifikasian ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Pengodifikasian itu semakin marak dan meluas ketika Islam berada pada tangan pemerintahan Bani Umayyah dan Bani ‘Abbasiah pada periode-periode awal pemerintahannya.
4.      Metode penulisan ‘Ulum Al-Qur’an
Mula-mula dalam penulisan ‘Ulum Al-Qur’an adalah memakai metode deskripsi,kemudian Ulumul Qur’an yang Mudawwan menggunakan metode  deduksi dan komperasi.
5.      Tujuan ‘Ulum Al-Qur’an
a.       Untuk mengetahui secara ihwal kitab al-qur’an sejak dari turunnya wahyu yang pertama kepada nabi Muhammad SAW, sampai keadaan kitab itu hingga sekarang.
b.      Untuk dijadikan alat bantu dalam membaca lafal ayat-ayatnya,memahami isi kandungannya,menghayati dari mengamalkan aturan-aturan/hukum ajarannya serta untuk menyelami rahasia dan hikmah disyariatkannya sesuatu peraturan/hukum dalam kitab itu. Sebab, hanya dengan mengetahui dan menguasai pembahasan-pembahasan ulumul qur’an inilah, orang baru akan bisa membaca lafal ayat-ayatnya dengan baik,sesuai dengan aturan.
c.       Untuk dijadikan senjata pamungkas guna untuk melawan orang-orang non-muslim  yang mengingkari kewahyuan  Al-Qur’an dan membantah tuduhan orang-orang orientalis,yang menyatakan tentang sumber-sumber al-qur’an  itu dari Muhammad SAW.
B.     Saran
Demikianlah makalah ini kami susun, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan agar makalah yang kami buat selanjutnya jauh lebih baik.

.











DAFTAR PUSTAKA
Abdul Djalal H. A. 2013. Ulumul Qur’an. Dunia Ilmu: Surabaya.
Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi. 1996. Ulumul Qur’an. Titian Ilahi Press: Yogyakarta.
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy. 2013. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (‘Ulum al-Qur’an). Pusataka Rizki Putra: Semarang.
Rosihon Anwar. 2013. Ulum Al-Qur’an. Pustaka Setia: Bandung .




[1] Abdul Djalal H. A, Ulumul Qur’an, 2013, Dunia Ilmu, Surabaya, hlm. 2-3
[2] Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur’an, 1996, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, hlm. 49-51
[3] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’a,  2013, Pustaka Setia, Bandung, Hlm. 11-25
[4] Abdul Djalal H. A, Op.Cit, hlm. 19-23
[5] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (‘Ulum al-Qur’an), 2013, Pusataka Rizki Puttra, Semarang. Hlm 6-11

No comments:

Post a Comment