Tuesday, November 3, 2015

SEJARAH PERADABAN ISLAM : PADA MASA KHULAFAURRASYIDIN

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Nabi Muhammad SAW wafat pada tanggal 12 Rabiulawal tahun 11 H atau tanggal 8 Juni 632 M. Sesaat setelah beliau wafat, situasi di kalangan umat Islam sempat kacau. Hal ini disebabkan Nabi Muhammad SAW tidak menunjuk calon penggantinya secara pasti. Dua kelompok yang merasa paling berhak untuk dicalonkan sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW adalah Kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Terdapat perbedaan pendapat antara Kaum Muhajirin dan Anshar karena kaum Muhajirin mengusulkan Abu Bakar as Shiddiq, sedangkan kaum Anshar mengusulkan Sa’ad bin Ubadah sebagai pengganti nabi Muhammad SAW.
Perbedaan pendapat antara dua kelompok tersebut akhirnya dapat diselesaikan secara damai setelah Umar bin Khatab mengemukakan pendapatnya. Selanjutnya, Umar menegaskan bahwa yang paling berhak memegang pimpinan sepeninggal Rasulullah adalah orang-orang Quraisy. Alasan tersebut Dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Melihat dari masalah itu kami dari penulis mencoba untuk membahas tentang Khulafaur Rasyidin. Tidak terlepas dari hal ini semoga makalah ini bisa membantu kesulitan teman-teman dalam memahami tentang Khulafaur Rasyidin.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian Khulafaurrasyidin?
2.      Bagaimana perkembangan islam pada masa Khalifah Abu Bakar As-Shidiq?
3.      Bagaimana perkembangan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab ?
4.      Bagaimana perkembangan Islam pada masa Khalifah Utsman bin Affan ?
5.      Bagaimana perkembangan Islam pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Khulafaurrasyidin
Khulafaur Rasyidin berasal dari dua kata yaitu Khulafaur dan Ar-Rasyidin. Kata Khulafa adalah bentuk jamak dari kata Khalifah yang artinya pengganti. Sedangkan kata Ar-Rasyidin artinya mendapat petunjuk. Adapun kata Ar-Rasyidin itu berartiarif dan bijaksana. Jadi Khulafaur Rasyidin mempunyai arti pemimpin yang bijaksana sesudah Nabi Muhammad SAW wafat. Mereka itu terdiri dari para sahabat Nabi Muhammad SAW yang berkualitas tinggi dan baik, adapun sifat-sifat yang dimiliki Khulafaur Rasyidin sebagai berikut:
1.      Arif dan bijaksana
2.      Berilmu yang luas dan mendalam
3.      Berani bertindak
4.      Berkemauan yang keras
5.      Berwibawa
6.      Belas kasihan dan kasih sayang
7.      Berilmu agama yang sangat luas serta melaksanakan hukum-hukum Islam.
Para sahabat yang disebut Khulafaur Rasyidin terdiri dari empat orang Khalifah, yiatu:
1.      Abu Bakar As-Shidiq (11-13 H/632-634 M)
2.      Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M)
3.      Usman bin Affan (23-35 h/644-656 M)
4.      Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)[1]



B.     Perkembangan Islam pada masa Khalifah Abu Bakar As-shiddiq
Setelah Rasulullah SAW wafat, kaum muslimin dihadapkan sesuatu problema yang berat,  karena Nabi sebelum meninggal tidak meninggalkan pesan apa dan siapa yang akan mengganti sebagai pimpinan umat. Suasana wafatnya rasul tersebut menjadikan umat Islam dalam kebingungan. Hal ini karena mereka sama sekali tidak siap kehianagn beliau baik sebagai pemimpin, sahabat, maupun sebagai pembimbing yang mereka cintai.
Di tengah kekosongan pemimpin tersebut, ada golongan sahabat dari Anshar yang berkumpul di tempat Saqifah Bani Sa’idah, sebuah tempat yang biasa digunakan sebagai pertemuan dan musyawarah penduduk kota Madinah. Pertemuan golongan Anshar di Saqifah Bani Sa’idah tersebut dipimpin seorang sahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah SAW, ia adalah Saad bin Ubadah tokoh terkemuka suku Khazraj.
Pada waktu Saad bin Ubadah mengajukan wacana dan gagasan tentang siapa yang pantas untuk menjadi pemimpin sebagai pengganti Rasulullah ia menyatakan bahwa kaum Ansharlah yang pantas memimpin kaum muslimin. Ia mengemukakan demikian sambil berargumen bahwa golongan Ansharlah yang telah banyak menolong Nabi dan kaum Muhajirin dari kejaran dan penindasan orang-orang kafir Quraisy. Tentu saja gagasan dan wacana ini disetujui oleh para sahabat dari golongan Anshar. Pada saat beberapa tokoh Muhajirin seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah dan sahabat Muhajirin yang lain mnegetahui pertemuan orang-orang Anshar tersebut, mereka segera menuju ke Saqifah Bani Sa’idah. Dan pada saat orang-orang Muhajirin datang ke Saqifah Bani Sa’idah, kaum Anshar nyaris bersepakat untuk mengangkat dan membaiat Saad bin Ubadah menjadi khalifah. Karena pada saat tersebut para tokoh Muhajirin juga datang maka mereka juga diajak untuk mengangkat dan membaiat Saad bin Ubadah. Namun, kaum Muhajirin yang diwakili Abu Bakar menolaknya dengan tegas membaiat Saad bin Ubadah. Abu Bakar mengatakan pada golongan Anshar bahwa jabatan khalifah sebaiknya  diserahkan kepada kaum Muhajirin. Alasan Abu Bakar adalah merekalah yang lebih dulu memeluk Agama Islam. Kaum Muhajirin dengan perjuangan yang berat selama 13 tahun menyertai Nabi dan membantunya mempertahankan Islam dari gangguan dan penindasan kaum kafir Quraisy di Mekah. Dengan usulan Abu Bakar, golongan Anshar tidak dapat membantah usulannya. Pada saat yang bersamaan Abu BAkar menunjuk dua orang Muhajirin di sampingnya yang dikenal sangat dekat dengan Nabi, yaitu Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Abu Bakar mengusulkan agar memilih satu diantara keduanya untuk menjadi khalifah. Demikian kata Abu Bakar kepada kaum Anshar sembari menunjuk Umar dan Abu Ubaidah. Namun sebelum kaum Anshar merespon usulan Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah justru menolaknya dan keduanya justru balik menunjuk dan memilih Abu Bakar. Secara cepat dan tegas Umar mengayungkan tangannya ketangan Abu Bakar dan mengangkat tangan Abu Bakar dan membaiatnya. Lalu apa yang dilakukan Umar segera diikuti oleh Abu Ubaidah, dan akhirnya diikuti kaum Anshar untuk membaiat Abu Bakar kecuali Saad bin Ubadah.
Sifat dan sikap Abu Bakar As-Shidiq tidak berubah meski beliau sudah menjadi khalaifah. Ketika beliau memerintah, beliau menunjukkan sebagai khalifah besar. Beberapa prestasi yang ditorehkan sebagai hasil usaha keras beliau dapat diperhatikan pada uraian di bawah ini.
1.      Memerangi Orang-Orang Murtad
Pemerintahan Abu Bakar As-Shidiq pernah digoncang persoalan disintegrasi (memisahkan diri), yaitu beberapa suku bangsa Arab dari Hijaz dan Nejed menyatakan melepaskan diri dari sistem dan kekuasaan kekhalifahan resmi bagi umat Islam itu. Bentuk pembangkangan tersebut misalnya menolak membayar zakat dan tidak mengakui sistem pemerintahan Islam. Adapula yang bahkan kembali kepada agama lama yaitu menyembah  berhala. Suku-suku tersebut beralasan bahwa mereka hanya loyal terhadap perjanjian dengan Nabi Muhammad SAW sehingga dengan wafatnya Nabi SAW tidak ada lagi alasan untuk tetap loyal kepada Islam.
Abu Bakar As-Shidiq sangat memahami sifat kesukuan yang sangat kuat cenderung kepada pemimpinnya kerana memenag bangsa Arab terkenal memilii sifat kesukuan yang sangat tinggi. Mereka sangat egois dan selalu merasa bahwa suku mereka adalah yang tertinggi. Dampak dari kuatnya sifat paternalistik itu maka ketika pemimpin mereka memeluk Islam, rakyatnya juga Islam semua. Padahal kalau memeluk Islam para pemimpin itu akan kehilangan pengaruh dalam masyarakat mereka karena pemimpin suku harus tunduk dengan aturan Islam. Hal ini juga dapat menyebabkan adanya gerakan murtad (riddah), apalagi tingkat keimmana mereka masih lemah.
Hal itu tentu menimbulkan gangguan dan ancaman bagi persatuan dan stabilitas pemerintahan, karena gerakan itu terjadi hampir di seluruh negeri di Jazirah Arab. Menghadapi keadaan yang berbahaya tersebut, khalifah Abu Bakar As-Shidiq menunjukkan sikap tegasnya. Misalnya dalam ucapannya bahwa andai saja zakat itu hanya sautas tali unta, tetapi mereka tidak mau menunaikannya, mak akan tetap diperangi. Meski demikian khalifah Abu Bakar As-Shidiq berpesan kepada para panglima agar tetap mengedepankan pendekatan dakwah untuk memperoleh kemenangan dan kedamaian.
Dengan ketegasan khalifah Abu Bakar As-Shidiq, banyak di antara mereka yang berpikir untuk melawan sehingga mereka tunduk lagi kepada pemerintahan Islam, selebihnya mereka ada yang memilih perang daripada harus berdamai dengan pasukan Islam. Para pembangkang itu dipimpin oleh para Nabi palsu.
Dikatakn sebagai Nabi palsu karena mereka mengangkat dirinya sebagai Nabi untuk menghancurkan Islam. Para nabi palsu itu antara lain:
a.       Aswad Al-Ansi
b.      Tulaihah bin Khawailid Al-Asadi
c.       Malik bin Nuwairah
d.      Musailamah Al-Kadzab
Aswad Al-Ansi adalah pemimpin suku Badui di Yaman, mereka berhasil merebut Najram dan Sana dari kekuasaan Islam. Pemberontakan Aswad Al-Ansi segera ditangani oleh Abu Bakar As-Shidiq dengan mengirimkan Zubair bin Awwam untuk menghancurkan mereka. Ketika Zubair bin Awwam tiba di Yaman, Aswad Al-Ansi telah mati terbunuh ditangan gubernur Yaman, pasukan Islam kembali berhasil menguasai Yaman.
Tulaihah bin Khawailid Al-Asadi juga mengaku dirinya sebagai nabi, para pengikutnya berasal dari Bani Asad, Bani Ghatafan, dan bani Amir. Khalifah Abu Bakar As-Shidiq segera tanggap kemudian memerintahkan Khalid bin Walid untuk memimpin pasukan dan memerangi mereka. Pertempuran yang terjadi di dekat sumur Buzakkah itu akhirnya berhasil dimenangkan oleh pasukan muslim.
Malik bin Nuwairah yang menguasai Bani Yarbu dan Bani Tamim, tidak lagi mengakui kebenaran Islam, sepeninggalan Rasulullah SAW. Setelah upaya damai tidak ditanggapi, kecuali menantang perang maka pasukan Khalid bin Walid bergerak menuju perkampungan mereka. Malik bin Nuwairah mati terbunuh dalam pertempuran tersebut. Hal itu membuat pasukan musuh bercerai berai dan banyak juga yang melarikan diri ke luar daerah.
Musailamah Al-Kazab adalah nabi palsu yang mendapat pengikut dari Bani Hanifah di Yamamah. Ia mengawini Sajah yang juga mengaku sebagai nabi, tetapi berasal dari agama Kristen. Suami istri itu kemudian berhasil membentuk pasukan besar yang berkekuatan 40.000 orang. Menghadapi pasukan besar itu, khlifah Abu Bakar As-Shidiq segera memerintahkan Ikrimah  bin Abu Jahal dan Syurahbil bin Hasanah untuk menghancurkan mereka.
Pada pertempuran itu pasukan di bawah pimpinan Ikrimah terdesak, tetapi tak berselang lama pasukan Muslim pimpinan Khalid bin Walid datang tepat waktu sehingga serangan berbalik. Pasukan Muslim bertempur tanpa mengenal takut didasari jihad fi sabilillha. Akhirnya pasukan kaum pemberontak itu dipukul mundur, lebih dari 10.000 orang dari pasukan murtad terbunuh, termasuk sang nabi palsu Musailamah Al-Kazab.
Perang melawan pasukan Musailamah Al-Kazab ini termasuk perang yang terbesar selama memerangi kaum pemberontak yang disebut perang Yamamah. Dalam perang itu kaum muslim banyak yang sahid, termasuk para penghafal Al-Qur’an.
Pasukan Muslim yang telah menyelesaikan tugas perang Yamamah dan memporak-porandakan pasukan Musailamah Al-Kazab, kemudian melanjutkan perjalanan ke Bahrain, Oman, dan Yaman. Di tempat-tempat tersebut, pasukan Muslim juga memerangi kaum yang murtad dan berhasil mengalahkan mereka.
Seluruh perang melawan pemberontak yang murtad tersebut disebut perang Riddah karena memerangi kaum yang murtad. Pasukan Muslim berhasil memerangi seluruh pertempuran. Dengan kemenangan itu maka kewibawaan Islam kembali naik. Akhirnya seluruh kaum Jazirah Arab menyatakan tunduk dengan aturan Islam.
2.      Kodifikasi Al-Qur’an
Kodifikasi Al-Qur’an merupakan upaya keras Khalifah Abu Bakar As-Shidiq sehingga dapat memberi manfaat sampai sekarang. Dengan usaha itu kita akhirnya dapat mengenal adanya mushaf Al-Qur’an. Sebelum dilakukan pengumpulan, mushaf Al-Qur’an berserakan di berbagai tempat dan tertulis di berbagai benda. Khalifah Abu Bakar As-Shidiq melakukan upaya pengumpulan wahyu Allah itu setelah mendapatkan saran dari Umar bin Khattab, yang ketika itu beliau menjadi penasihat utama khalifah Abu Bakar As-Shidiq.
Memang mulanya saran Umar bin Kahttab ini ditolak oleh khalifah Abu Bakar As-Shidiq, namun dengan alasan yang kuat dari Umar bin Khattab, khalifah Abu Bakar As-Shidiq bersedia mewujudkan pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Umar bin Khattab ketika itu menyatakan bahwa para penghafal Al-Qur’an banyak yang gugur dalam pertempuran perang Yamamah, juga mengkhawatirkan akan hilangnya mushaf-mushaf yang berserakan itu.
Kemudian khalifah Abu Bakar As-Shidiq menunjuk Zaid bin Tsabit untuk memimpin pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Alasan khalifah Abu Bakar As-Shidiq menunjuk Zaid bin Tsabit karena beliau ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup adalah sekretaris pribadi yang dengan bimbingan Nabi SAW selalu menulis wahyu yang turun kepada Rasulullah SAW. Setelah dituls oleh Zaid bin Tsabit kemudian dihafalkan oleh para sahabat. Adapula beberapa sahabat yang menulis lagi ke pelepah kurma, bebatuan, atau tulang belulang utuk diajarakan atau disampaikan kepada kaum muslimin yang jauh dari jangkauan informasi.
Setelah proyek besar itu selesai, mushaf ayat-ayat Al-Qur’an tersebut disimpan khalifah Abu Bakar As-Shidiq. Mushaf itu menjadi pedoman utama pembelajaran Al-Qur’an bagi seluruh kaum muslimin. Sepeninggal khalifah Abu Bakar As-Shidiq, mushaf tersebut disimpan oleh Hafsah bin Umar, putri Umar bin Khattab, yang juga salah satu istri Nabi SAW.
3.      Perluasan Wilayah Islam
Setelah kondisi dalam negeri menunjukan tanda-tanda aman dan terkendali, maka khalifah Abu Bakar As-Shidiq mulai dengan misi dakwahnya yaitu menyebarkan ajaran Islam ke daerah lain. penyebaran Islam sebagai rahmat bagi segenap alam itu dilakukan dengan upaya pendekatan damai sehingga bukan bentuk dari penjajahan.
Khalifah Abu Bakar As-Shidiq menekankan kepada para panglima untuk menghindari peperangan sebelum upaya damai dilakukan. Hal-hal yang ditekankan oleh khalifah Abu Bakar As-Shidiq kepada para da’i atau tentara Islam ketika berdakwah di daerah baru, yaitu sebagai berikut:
a.       Diajak untuk memeluk Isam, sehingga mendapatkan perlindungan jiwa serta hartanya.
b.      Tidak memaksa untuk memeluk Islam, kalau tidak mau maka harus membayar jizyah (pajak perlindungan yang snagat ringan). Dengan begitu mereka mendapat perlindungan jiwa dan hartanya pula.
c.       Apabila dengan jalan damai tidak mau, maka akan mereka perangi.
Dengan ketiga pedoma itu, para pendakwah atau kaum Muslimin mendapat sambutan yang menggembirakan dari penduduk daerah baru tersebut. Tak dipungkiri, sebenarnya banyak rakyat dari daerah lain yang sangat mengharapakan kedatangan kaum Muslimin karena kepenatan terhadap keadaan mereka. Hal itu membuktikan bahwa Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam benar-benar menjadi kenyataan.
Daerah baru yang menjadi sasaran dakwah kaum muslimin adalah daerah yang berada di bawah kekuasaan Persia dan Bizantium.
Kekaisaran Persia meliputi daerah yang luas dari Irak bagian barat, Suriah (Syam), hingga bagian utara Jazirah Arab. Banyak kabilah Arab yang tunduk di bawah kekuasaan mereka. Melihat cahaya Islam belum menyentuh daerah itu maka Khalifah Abu Bakar As-Shidiq mengirimkan dua panglima yaitu Khalid bin Walid dan Musanna bin Harisah untuk mengajak daerah tersebut masuk dalam kekuasaan Islam.
Seluruh daerah Hirah, Anbar, Daumatul Jandal, dan Fars dapat mereka kuasai. Peperangan di wilayah kekuasaan Persia itu berhenti setelah Abu Bakar meminta Khalid bin Walid berangkat ke Suriah, untuk menambah kekuatan pasukan muslim yang menghadapi pasukan sangat besar dari Bizantium. Pemegang pimpinan pasukan kemudian dialihkan kepada Musanna bin Harisah.
Kekaisaran Bizantium memusatkan pemerintahannya di kota Damaskus, Suriah untuk mengendalikan daerah jajahan di Arab dan sekitarnya.
Dengan kekuatan tentara Bizantium yang sangat besar itu maka untuk menghadapi mereka, Khalifah Abu Bakar mengirimkan pasukan kaum Muslimin yang dikirim tersebut adalah:
1)      Pasukan Yazid bin Abu Sofyan ke Damaskus
2)      Pasukan Amru bin Ash ke Palestina
3)      Pasukan Syurahbil bin Hasanah ke Yordania
4)      Pasukan Abu Ubaidah bin Jarrah ke Hims
Seluruh pasukan kaum Muslimin ketika itu berjumlah 18.000 personil. Sedangkan pasukan Romawi berjumlah 240.000 orang. Kekuatan yang tidak seimbang itu menjadikan pasukan kaum Muslimin sulit untuk menembus musuh. Khalifah Abu BAkar As-Shidiq kemudian memerintahkan Khalid bin Walid berangkat menuju Syam. Perjalanan melelahkan ditempuh oleh Khalid bin Walid selama 18 hari, sebagai perjalanan yang bersejarah karena menempuh dua padang sahara yang belum pernah dilewatinya. Setelah sampai ia langsung bergabung dengan pasukan Muslim yang ada di sana.
Peretmpuran sengit terjadi di pinggir sungai Yarmuk, maka perang besar tersebut disebut perang Yarmuk. Ketika perang hebat masih berlangsung, pasukan kaum Muslimin mendengar kabar bahwa Khalifah Abu Bakar meninggal dunia.
Posisi Khalifah Abu Bakar As-Shidiq diganti oleh Umar bin Khattab. Bersamaan dengan itu Khalid bin walid digantikan oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Perang Yarmuk yang memakan korban jiwa dan harta itu akhirnya membuahkan hasil gemilang. Kaum Muslimin dapat memenangkan pertempuran itu sehingga menjadi kunci utama hancurnya kekaisaran Bizantium di tanah Arab.[2]
C.     Perkembangan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab
Umar bin Khattab dilahirkan di kota Makkah pada tahun 40 sebelum hijriah atau tahun 13 di tahun gajah. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza Al-Quraisy. Ia berasal dari suku Bani Ady. Silsilahnya berkaitan dengan garis keturunan Nabi Muhammad SAW pada generasi kedelapan. Nama lengkap Umar bin Khattab adalah Umar bin Khattab bin Nufail Al-Quraisy.[3]
Umar bin Khattab masuk islam pada tahun kelima setelah kenabian dan menjadi salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Sebelum Islam, di Kota Makkah ia sangat berpengaruh di kalangan bangsanya, karena pada waktu itu ia adalah seorang yang gagah berani, cerdas, tangkas dan kuat. Ia termasuk pemuka kaum Quraisy yang sangat memusuhi Nabi Muhammad SAW sebagaimana Abu Jahal. Umar masuk islam karena mendengan untaian ayat  Setelah masuk Islam ia berkorban untuk melindungi Nabi Muhammad SAW dan agama Islam dan ikut berperang dalam peperangan.[4]
      Umar bin Khattab adalah orang yang sangat cerdas. Umar bin Khattab adalah satu-satunya sahabat Nabi Muhammad SAW yang tidak serta merta menerima keputusan Nabi Muhammad SAW terhadap suatu masalah. Akan tetapi, jika keputusan itu berdasarkan wahyu dari Allah SWT dan bukan pemikiran Nabi Muhammad SAW, Umar bin Khattab langsung menaatinya. Umar bin Khattab juga sangat tegas dalam membedakan kebenaran dan kebatilan. Karena ketegasan tersebut, Rasulullah SAW memberikan gelar Al-Faruq yang artinya pemisah atau pembeda. Menjelang kematian Abu Bakar As-Siddiq menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya.[5]
Banyak prssetasi yang diraih oleh Khalifah Umar bin Khattab saat menjabat sebagai khalifah adalah sebagai berikut:
1.      Perluasan wilayah Islam
Perkembangan Islam pada masa khalifah Umar bin Khattab sangat luas hingga sampai Negara Persia, Palestina, Syam dan Mesir.[6] Wilayah Islam pada waktu itu meliputi bekas dua imperium besar taitu Persia dan romawi Timur atau Bizantium. Bangsa Arab khususnya, umumnya umat islam mendapatkan kemudahan dalam menaklukkan wilayah Romawi Timur karena didukung oleh persamaan etnis, kemiripan bangsa dan hubungan dagang yang terjalin sebelumnya. Selanjutnya karena didukung oleh hubunga yang buruk antara penguasa Romawi dengan bangsa-bangsa yang ada di bawah pemerintahannya. Kondisi itu dipicu oleh perbedaan faham agama antara para penguasa dengan rakyat pribumi dan tingginya beban pajak yang diluar kemampuan masyarakat jajahan.
Oleh karena faktor-faktor di atas, maka kehadiran bangsa Arab mendapat sambutan dengan harapan agar mereka dapat terbebas dari pemerintahan Romawi dan sikap dictator atau perlakuan otoriter gereja Bizantium. Perluasan wilayah pada masa khalifah Umar bin Khattab pertama-tama melanjutkan usaha perluasan yang telah dilakukan oleh khalifah Abu Bakar As-siddiq. Secara berturut-turut, pasukan Islam berhasil menguasai Suriah, Persia dan Mesir.
Pada waktu itu, Suriah merupakan perdagangan yang penting. Oleh karena itu, Umar bin Khattab berusaha merebut mati-matian. Wilayah Suriah memiliki beberapa kota yang menjadi pusat kekuasaan Romawi Timur (Bizantium) yang beragama Kristen. Beberapa kota tersebut adalah Damaskus, Yordania, Yerussalem, Hims dan Antionika. Perluasan wilayah ke Mesir dilakukan kaum muslimin dibawah pimpinan Amru bin Ash. Sebelum masuk Islam, Amru bin Ash telah berulang kali mengikui kafilah dagang ke Mesir. Oleh karena itu, ia mengetahui seluk beluk dan kondisi Mesir. Atas perintah khalifah Umar bin Khattab berangkatlah 4.000 pasukan Islam ke Mesir. Sebelum berangkat, khalifah Umar bin Khattab menyampaikan pesan “berangkatlah dan mudah-mudahan keberhasilan menyertaimu. Apabila menerima surat dariku sebelum sampai ke mesir, kembalilah.” Amru bin Ash mencapai perbatasan Mesir pada bulan Desember 639 M. mula-mula ia merebut kota Al-Farama di Mesir Timur. Ia kemudian sampai di Benteng Babilon yang termasyhur. Tempat ini merupakan pusat kekuatan kekaisaran Bizantium yang besar. Setelah bertempur beberapa lamanya, kaum muslimin berhasil menguasai benteng ini serta wilayah-wilayah Mesir lainnya.
Kemenangan-kemenangan umat Islam menjadikan Wilayah Islam pada masa khalifah Umar bin Khattab meluas hingga Afrika Utara, Armenia dan sebagian wilayah Eropa Timur. Untuk memudahkan jalannya pemerintahan, khalifah Umar bin Khattab membagi wilayah Islam menjadi beberapa provinsi serta menunjuk seorang gubernur untuk memerintah wilayah tersebut. Misalnya Sa’ad bin Abi Waqas memerintah di Kufah, Amru bin Ash di Mesir dan Mu’awiyah bin Sufyan di Damaskus.
2.      Penerapan kalender hijriah
Tahukah kalian bahwa yang menetapkan sistem kalender hijriah adalah khalifah Umar bin Khattab? Sebelum kalender hijriah ditetapkan, orang-orang menggunakan system kalender masehi. System ini banyak digunakan orang-orang nasrani. Agar berbeda dengan nasrani kaum muslimin juga berkeinginan untuk mempunyai system kalender sendiri. Sedangkan kaum muslim mengusulkan bahwa tahun Islam dimulai sejak Nabi Muhammad lahir. Sebagian lainnya mengusulkan agar tahun Islam dimulai sejak Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rasul
Akhirnya khalifah Umar bin Khattab menetapkan kalender Islam berdasarkan hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. Hal itu disebabkan hijrah merupakan titik balik dari kemenangan Islam. Periode dakwah sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah disebut periode Makkah, sedangkan periode dakwah setelah beliau hijrah dikenal sebagai periode Madinah. Demikian juga pembagian surat-surat Al-Qur’an. Surat yang turun sebelum hijrah disebut surat makkiyah, sedangkan surat Al-Qur’an yang turun setelah hijrah disebut surat Madaniyah.
3.      Membangun kota Basrah
Pada tahun 16 H/ 636 M. Kota Basrah dibangun setelah tentara Islam pimpinan Sa’ad bin Abi Waqash menguasai Irak. Pemilihan tempat tersebut dilakukan sendiri oleh Umar bin Khattab yaitu sebuat tempat dekat dengan kota pelabuhan Ubullah di Teluk Persia.
Selama pemerintah Umar bin Khattab kota Basrah dijadikan markas tentara Islam. Untuk mengajarkan Islaam pada penduduk Basrah, khalifah Umar mengirimkan ulama. Ulama dari Madinah ke kota Basrah diantaranya Hasan Al Basri. Sejak saat itu Basrah menjadi salah satu pusat pendidikan di dunia Islam.
4.      Membangun masjid Amr bin Ash
Masjid ini adalah masjid yang pertama dibangun di Mesir dan di Afrika tahun 21 H/642 M. ketika itu letaknya di kota Fusthat ditengah-tengah perumahan kaum muslimin. Masjid ini digunakan untuk beribadah dan berkumpul membahas urusan dunia dan agama.[7]
5.      Menetapkan hukum tentang masalah-masalah yang baru
Dalam ketetapan itu sering seakan-akan bertentangan dengan sunnah atau ketetapan Abu Bakar pendahulunya. Namun apabila diteliti lebih mendalam, ternyata Umar memiliki jangkauan yang menyeluruh mencakup keseluruhan ajaran Islam. Misalnya, mengenai ghanimah (harga rampasan perang), surat al-anfal mengajarkan bahwa harta rampasan perang, termasuk tanah harus dibagikan dengan cara tertentu, sebagian untuk para tentara yang berperang. Demikian juga Nabi pernah membagi-bagikan tanah pertanian di Khaibar stelah dibebaskan dari bangsa Yahudi yang memusuhi Nabi. Namun, demi kepentingan umum dan Negara, Umar tidak melaksanakan sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi, bahkan Umar membagi-bagikannya kepada para petani kecil setempat, sekalipun belum muslim. Tindakan ini menimbulkan protes keras sebagian sahabat dipimpin bilal dan menimbulkan ketegangan di Madinah.
Akhirnya Umar mantap dengan kebijakannya itu setelah musyawarah dan mendapat dukungan sementara para pembesar sahabat, setelah mengemukakan interpretasinya sendiri yang meyakinkan tentang keseluruhan semangat ajaran Al-Qur’an dan kebijaksanaan Nabi.[8] Masalah baru yang dihadapi Umar yang kemudian dipecahkan seperti ini adalah masalah potong tangan pencuri, mengawini ahli al-kitab, cerai tiga kali yang diucapkan sekaligus dan lain-lain.
6.      Memperbaharui organisasi Negara
Pada masa Rasul, sesuai dengan keadaanya, organisasi Negara masih sederhana. Tetapi ketika masa khalifah Umar dimana umat Islam sudah terdiri dari bermacam-macam bangsa dan urusannya makin meluas, maka disusunlah organisasi Negara sebagai berikut :
a.       Organisasi politik
1)      Al-Khilafaat, kepala negara ; dalam memilih kepala Negara berlaku system “bai’ah.” Pada masa sekarang mungkin sama dengan system demokrasi. Hanya waktu itu sesuai dengan al-amru syuro bainahum sebagaimana yang digariskan Allah dalam Al-Qur’an.
2)      Al-Wizaraat, sama dengan meteri pada zaman sekarang. Khaifah Umar menetapkan Usma sebagai pembantunya untuk mengurusi pemerintahan umum dan kesejahteraan, sedangkan Ali untuk mengurus kehakiman, surat menyurat dan tawanan perang.
3)      Al-Kitabaat, sekertaris Negara. Umar bin Khattab mengangkat Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Arqom menjadi sekertaris penting. Usman bin Affan juga mengangkat Marwan bin Hakam.
b.      Administrasi Negara
Sesuai dengan kebutuhan, khalifah Umar bin Khattab menyusun administrasi Negara menjadi :
1)      Dewan-dewan (departemen-departemen)
·         Dewan al-Jundiy (dewan Harby): badan peratahnan keamanan. Orang muslim pada Rasul dan Abu Bakar semuanya adalah prajurit. Ketika Rasul atau Abu Bakar menyeru untuk berperang siaplah semua mengikuti perintah Nabi. Kemudian ketika perang telah selesai kembalilah mereka menjadi pendidik sipil setelah menerima ghanimah. Masa Umar keadaan telah berubah, disusunlah satu badan yang mengurusi tentara. Disusunlah angakatan besenjata khusus, asrama, latihan militer, kepangkatan, gaji, persen-jataan dan lain-lain. mulai juga angkatan laut oleh Muawiyah gubernur Syam dan oleh Ala bin Hadharamy gubernur Bahrain.
·         Dewan al-Kharaj (dewan al-Maaly)/Bait al-Maal yang mengurusi keuangan Negara, pemasukan dan pengeluaran anggaran belanja Negara.
·         Dewan al-Qadla : departemen kehakiman. Umar mengangkat hakim-hakim khusus untuk tiap wilayah dan menetapkan persyaratannya.
2)      Al-Imarah ‘ala al-buldan : administrasi pemerintahan dalam negeri.
·         Negara dibagi menjadi beberapa propinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur (amil).
·         Al-Barid : perhubungan kuda pos memakai kuda pos.
·         Al-Syurthah : polisi menjaga keamanan Negara.
3)      Mengadakan undang-undnag “Husbah” (tim pengawasan dan pengontrolan) yaitu peraturan mengawasi urusan passer, menjaga tata tertib dan kesopanan, mengawasi timbangan dan ukuran, begitu juga memperhatikan keberhasilan jalan umum.[9]

D.    Perkembangan Islam pada masa Khalifah Utsman bin Affan
Nama lengkapnya dalah Usman bin Affan bin Abdil-as bin umayyah dari bani Quraisy. Usman bin Affan dilahirkan di makkah pada tahun 576 M. Ia memeluk agam Islam lantaran ajakan dari Abu bakar, dan menjadi salah satu seorang sahabat dekat Nabi Muhammad SAW. Ia sangat kaya tetapi berperilaku sederhana dan sebabagian kekayaannya digunakan untuk kejayaan Islam. Ia mendapat julukan dzun nurain karena Nabi Muhammad mengawinkannya dengan dua orang putrinya, yang pertama Ruqayah dan yang kedua adalah Umi Kulsum. Ia menyumbang 950 ekor  unta dan 1000 dirham dalam ekspedisi untuk Byzantium di perbatasan palestina. Ia juga membeli mta air orang-orang romawi yang terkenal dengan harga 20.000 dirham untuk selanjutnya diwakafkan bagi kepentingan umat Islam dan pernah meriwayatkan hadits kurang lebih 150 hadits. Seperti halnya Umar, Ustman naik menjadi khalifah melalui pemilihan. Bedanya, jika Umar dipilih atas penunjukkan langsung sedangkan Ustman diangkat atas menunjukkan tidak langsung yaitu melewati badan syura yang dibentuk oleh Umar menjelang wafatnya.[10]
Ustman bin Affan menjadi khalifah pada umr 70 tahun. Beliau menjadi khalifah selama 12 tahun. Selama masa pemerintahannya prestasi, usaha-usaha dan kebijakan khalifah Utsman bin Affan antara lain :
1.      Pembukuan (kodifikasi) Al-Qur’an
Di antara usaha khalifat Utsman bin Affan adalah menyalin dan membukukan Al-Qur’an menjadi beberapa mushaf, yang kemudia dikirimkan ke berbagai daerah seperti Makkah, Syiria, Basrah dan Kuffah. Sedangkan satu buah lagi ditinggalkan di Madinah untuk pegangan khalifat Utsman bin Affan sendiri.
Dari mushaf inilah adanya Al-Qur’an yang kita lihat sekarang ini. Khalifah Utsman menetapkan pembacaannya dengan satu logat saja, yaitu logak Quraisy. Sedangkan sebelumnya dengan bermacam-macam logat, seperti logat Tamim, Majed dan sebagainya.
Mushaf yang disusun pada masa khaifah Utsman bin Affan ini disebut mushaf Usmani. Mushaf dikerjakan oleh Zaid bin Tsabit dan dibantu oleh Abdullah bin zubair, Said bin Ash dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam.
2.      Membangun gedung pengadilan
Pelaksanaan pengadilan pada masa Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar, Umar bin khattab selalu diadakan di masjid dan terbuka untuk umum seluruh masyarakat bisa menyaksikan jalannya pengadilan. Tetapi masa khalifah Ustman bin Affan dilakukan di gedung khusus untuk pengadilan, sehingga pengadilan itu tidak dilakukan di masjid lagi.
3.      Membentuk armada Islam
Atas usulan Mu’awiyah bin Abu Sufyan sebagai gubernur Syiria, khalifah Ustman bin Affan  telah membentuk armada Islam (angkatan laut). Hal ini disebabkan adanya peperangan dengan bangsa Romawi (Bizantium).
Dengan adanya angkatan laut tersebut maka Mu’awiyah gubernur Syiria dapat mengalahkan dan menguasai pulau Cyprus dan Rhoddus. Begitu juga Abdullah bin Sa’ad telah membentuk Armada Islam di Mesir.
4.      Ronovasi masjid nabawi
Masjid nabawi muulai dibangun pada masa khalifah Umar bin Khattab diperluas oleh khalifah Utsman bin Affan. Selain diperluas, bentuk dan coraknya juga diperindah.
5.      Perluasan wilayah
Pada masa khalifah Utsman bin Affan, wilayah Islam makin luas. Wilayah Azerbaijan berhasil ditaklukkan pasukan muslim di bawah pimpinan Said bin Ash dan Rabi’ah Bahity. Sebagian besar rakyat Armenia saat itu menyambut kedatangan tentara Islam dengan suka cita. Pada umumnya, mereka lebih suka berada di bawah pemerintahan Islam daripada dikuasai kekaisaran Romawi.[11]

E.     Perkembangan Islam pada masa Khaifah Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib adalah orang yang paling awal memeluk agama Islam (Assabiqunal Awwalun), sepupu Rasullullah SAW, dan juga khalifah terakhir dalam kekhalifahan Kulafaur Rasyidin menurut pandangan Sunni. Namun bagi Islam Syiah, Ali adalah khalifah pertama dan juga imam pertama dari 12 imam Syiah. Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 600 Masehi. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib. Namun Rasullullah SAW tidak menyukainya dan memanggilnya Ali yang berarti memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah.
Setelah wafatnya Utsman bin Affan, kaum muslimin mendapat kesulitan untuk mengangkat khalifah pengganti Utsman bin Affan. Tokoh-tokoh yang dianggap layak menjadi khalifah seperti Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Umar, Sa’ad bin Abi Waqash, dan Zubair bin Awwam menolak menjadi khalifah. Maka di Madinah terjadilah diskusi yang diadakan oleh para tokoh kaum muslimin untuk menunjuk khalifah baru. Dari hasil diskusi yang dilaksanakan mereka tidak menemukan orang yang lebih layak daripada Ali bin Abi Thalib. Dia putra paman Nabi dan sekaligus menantu beliau, dia pula lah anak muda yang pertama kali masuk islam dan banyak membantu perjuangan Nabi. Maka, mayoritas yang hadir memilihnya dan membaiatnya sebagai khalifah keempat. Peristiwa tersebut terjadi enam hari setelah Utsman bin Affan wafat.
1.      Prestasi – prestasi Khalifah Ali bin Abi Thalib
Berbeda dengan khalifah-khalifah sebelumnya yang banyak menyebarkan agama dan ajaran islam ke berbagai pelosok dunia, pemerintah khalifah Ali bin Abi Thalib disibukkan dengan mengurusi masalah intern yang muncul dan cenderung membawa perpecahan dikalangan umat islam. Selain karena ‘hubbudunya’ (cinta dunia) telah menggerogoti akidah sebagai umat islam, juga pengaruh orang-orang munafik yang tidak suka dengan kemajuan islam di daerah yang telah berada dalam kekuasaan kaum muslimin. Mereka menggerogoti pemerintahan islam mulai akhir penghujung zaman khalifah Umar bin Khattab.
Diantara usaha-usaha yang dilakukan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib adalah :
a.       Membersihkan Para Pejabat yang Korup
Ali bin Abi Thalib sejak awal terkenal dengan ketegasannya dalam menjunjung kebenaran. Beliau dan juga para khalifah sebelumnya sangat menjunjung tinggi dan mengamalkan apa-apa yang telah dilakukan dan diajarkan Rasulullah SAW. Khalifah Ali bin Abi Thalib mendengar berita bahwa diantara gubernur-gubernur yang dulu diangkat oleh khalifah Utsaman bin Affan tidak memperlakukan rakyat dengan adil dan kasih saying. Bahkan, jumlah pungutan pajak dengan hasil menghimpun oleh negara banyak kejanggalan.
Dengan tegas, khalifah memberhentikan beberapa gubernur yang dicurigai melakukan beberapa penyimpangan. Diantara para gubernur yang diberhentikan adalah Mu’awiyah bin Abi Sufyan gubernur Syam. Karena peristiwa tersebut, akhirnya terjadi perselisihan antara kelompok Ali bin Abi Thalib dengan kelompok Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
b.      Memadamkan Pemberontakan-pemberontakan di Kalangan Umat Islam
Terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan tahun 35 H meninggalkan masalah yang berkepanjangan dikalangan umat islam saat itu. Kelompok-kelompok yang tidak puas dengan kelambanan khalifah dalam menghukum orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Utsman bin Affan membuat kelompok sendiri yang dipimpin oleh Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, dan Siti Aisyah Ummul Mukminin. Dengan dukungan dari Bani Umayyah di Syam, mereka menyusun kekuatan.
Khalifah Ali bin Abi Thalib yang memandang gerakan tersebut sebagai pembangkangan terhadap kekhalifahan segera menyerbu kelompok tersebut sehingga terjadi dua kali peperangan. Pertama, perang Az-Zabuqah tahun 36H terjadi di Basrah. Kedua, perang Jamal tahun 36H yang dimenangkan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib yang menewaskan sekitar 10.000 kaum muslimin, termasuk Zubair bin Awwam dan Thalhah. Sedangkan Siti Aisyah, berhasil ditawan setelah untanya dibunuh, beliau dipulangkan ke Madinah dalam keaadan dihormati. Kedua perang diatas sungguh menguras dan melelahkan kekuatan khalifah Ali bin Abi Thalib walaupun beliau memenangkan perang tersebut.
c.       Menyempurnakan Tulisan Al-Qur’an
Salah satu jasa Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah penyempurnaan tulisan Al-Qur’an dengan member tanda titik dan harakat (syakal/baris) oleh hali tata bahasa yang bernama Abul Aswad Ad-Dualy yang ditugaskan oleh beliau. Pekerjaan tersebut disempurnakan di zaman khalifah Abdul Malik bin Marwan (Masa Daulah Bani Umayyah).[12]





BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Khulafaur Rasyidin mempunyai arti pemimpin yang bijaksana sesudah Nabi Muhammad SAW wafat. Mereka itu terdiri dari para sahabat Nabi Muhammad SAW yang berkualitas tinggi dan baik yang memunyai sifat, Arif dan bijaksana. Berilmu yang luas dan mendalam, Berani bertindak dll.
Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, khalifah di pilih berdasarkan musyawarah. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar diangkat menjadi khalifah melalui pertemuan saqifah atas usulan umar. Problem besar yang dihadapi Abu Bakar ialah munculnya nabi palsu dan kelompok ingkar zakat serta munculnya kamum murtad Musailimah bin kazzab beserta pengikutnya menolak. membayar zakat dan murtad dari islam yang mengakibatkan terjadinya perang Yamamah. Perang tersebut terjadi pada tahun 12 H.
Umar bin Khattab yang tahu akan hal itu merasa khawatir akan kelestarian Al-Qur’an hingga dia mengusulkan kepada Abu Bakar as-shiddiq agar membukukan/mengumpulkan mushaf yang ditulis pada masa nabi menjadi satu mushaf Al-Qur’an. Mushaf yang sudah terkumpul disimpan oleh Abu Bakar, ketika Abu Bakar sakit dia bermusyawarah dengan para sahabat untuk menggantikan beliau menjadi khalifah pada masa Umar gelombang exspansi pertama terjadi. Umar membentuk panitia yang beranggotakan 6 orang sahabat dan meminta salah satu diantaranya menjadi khalifah setelah Umar wafat. Panitia berhasil mengangkat Utsman menjadi khalifah. Pada masa pemerintahan utsman wilayah islam meluas sampai ke Tripoli barat, Armenia dan Azar Baijan hingga banyak penghafal Al-Qur’an yang tersebar dan tarjadi perbedaan dialek, yang menyebabkan masalah serius. Utsman membentuk tim untuk menyalin Al-Qur’an yang telah dikumpulkan pada masa Abu Bakar, tim ini menghasilkan 4 mushaf Al-Qur’an dan Utsman memerintahkan untuk membakar seluruh mushaf selain 4 mushaf induk tersebut.
Utsman dibunuh oleh kaum yang tidak puas akan kebijakannya yang mengangkat pejabat dari kaumnya sendiri (Bani Umayah). Setelah Utsman wafat umat islam membaiak Ali menjadi khalifah pengganti utsman, kaum Bani Umayah menuntut Ali untuk menghukum pembunuh Utsman, karena merasa tuntutannya tidak dilaksanakan Bani Umayah dibawah pimpinan Mu’awiyah memberontak terhadap pemerintahan Ali. Perang Sifin mengakibatkan perpecahan pada kelompok Ali. Dipenghujung pemerintahan Ali umat islam terpecah menjadi tiga golongan, yaitu, Mu’awiyah, Syi’ah (pengikut Ali), dan Khawarij (orang yang keluar dari barisan Ali). Setelah Ali meninggal, ia diganti oleh anaknya, Hasan. Hasan mengadakan perundingan damai dengan Mu’awiyah dan umat islam dikuasai oleh Mu’awiyah. Dengan begitu berakhirlah pemerintahan yang berdasarkan pemilihan (khulafaur rasyidin) berganti dengan sistem kerajaan).

B.     Saran
   Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan. Dalam penulisan makalah ini kami  menyadari bahwa masih terdapat kesalahan dan kekurangan, maka dari itu kami mohon kritik dan saran serta masukan-masukan yang bersifat membangun dari semua pihak demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.








DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Karen, Islam Sejarah Singkat, Jendela, Yogyakarta, 2002.
As’ad, Mahrus,dkk, Ayo Mengenal Sejarah Kebudayaan Islam, Erlangga, Bandung, 2009.
Khamzah, HIKMAH Membina Kreatifitas dab Prestasi, Akik Pustaka, Sragen, 2008.
Madjid, Nurcholis, Khazanah Intelektual Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1984.
Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997.
Sugiyono, Sejarah Kebudayaan Islam, LP Ma’arif NU Cabang, Kudus, 2006.
Sunanto , Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Prenada Media, Jakarta, 2003.
Tamrin, Sejarah Kebudayaan Islam, Akik Pustaka, Sragen, 2006.
http://didikfathurrahman.Blogspot.Com/2015/sejarah-peradaban-islam-masa-khulafaur-rasyidin. Html diakses pada tanggal 15 September 2015 pada pukul 04.30 WIB




[1] http://didikfathurrahman. Blogspot. Com/2015/sejarah-peradaban-islam-masa-khulafaur-rasyidin. Html diakses pada tanggal 15 September 2015 pada pukul 04.30 WIB
[2]  Tamrin, Sejarah Kebudayaan Islam, Akik Pustaka, Sragen, 2006. Hal. 13-20.
[3] Sugiyono, Sejarah Kebudayaan Islam, LP Ma’arif NU Cabang, Kudus, 2006, hal.8
[4] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997, hal. 52.
[5] Sugiyono, Opcit, hal. 9
[6] Karen Armstrong, Islam Sejarah Singkat, Jendela, Yogyakarta, 2002, hal. 38
[7] Khamzah, HIKMAH Membina Kreatifitas dab Prestasi, Akik Pustaka, Sragen, 2008, hal.54-55.
[8] Nurcholis madjid, Khazanah Intelektual Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1984, hal. 52.
[9] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Prenada Media, Jakarta, 2003, hal. 26-31.
[10] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997, hal. 58-59.
[11] Tim Penyusun, Sejarah Kebudayaan Islam, LP Ma’arif NU Cabang, Kudus, 2013, hal.12.
[12] Mahrus As’ad,dkk, Ayo Mengenal Sejarah Kebudayaan Islam, Erlangga, Bandung : 2009, hal.47-49

No comments:

Post a Comment