Tuesday, November 3, 2015

IAD,ISD DAN IBD : GEJALA ALAM, SOSIAL, BUDAYA DALAM PERILAKU KEBERAGAMAAN

GEJALA ALAM, SOSIAL, BUDAYA
DALAM PERILAKU KEBERAGAMAAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah  : IAD, ISD dan IBD
Dosen Pengampu  : Aris Toni, S.H, M.H









Disusun Oleh      :
Kelas/Semester : ESRB-2
1.      Awaliyatu Khoirunnisa’      (1420210056)
2.      Kholifatun Nisa’                   (14202100)
3.      Ufah Nor Zulsho                  (14202100)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM/ PRODI EKONOMI SYARIAH
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan dapat dikelompokan melalui beberapa cara. Secara umum ilmu pengetahuan dikelompokan menjadi tiga yaitu ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan ilmu pengetahuan budaya. Pengelompokan ilmu pengetahuan ini yang mendasari pengembangan Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, dan Ilmu Budaya Dasar sebagai mata kuliah dasar umum yang wajib diambil oleh mahasiswa di samping mata kuliah dasar umum lainnya seperti Agama, Pancasila, dan Kewiraan.
Berbicara tentang alam, sosial dan budaya tidak akan lepas dari suatu konflik, dan konflik alam yang terjadi secara langsung akan menimbulkan suatu masalah yang akan menyangkut terhadap budaya dan sosial di lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku keberagamaan. gejala alam, sosial dan budaya dapat berpengaruh dalam keberagamaan karena secara tidak langsung agama selalu mempengaruhi perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Alam dan agama sangat erat kaitannya. Perubahan alam dipengaruhi juga karena perubahan moral beragama atau tingkah laku keberagamaan seseorang. Alam ini merupakan nikmat besar yang diberikan Tuhan untuk manusia agar dapat dimanfaatkan dalam kehidupannya. Dengan demikian, manusia sebagai khalifah dimuka bumi harus memiliki kemampuan dan kesempatan untuk memanfaatkan alam bagi kehidupannya. Dan sebagai khalifah di bumi manusia juga harus bijak dalam menghadapi gejala sosial dan budaya yang sejatinya gejala-gejala tersebut akan selalu mewarnai kehidupan manusia di bumi.
B.     Rumusan Masalah
1.   Apa pengertian keberagamaan?
2.   Bagaimana penjelasan gejala alam dalam perilaku keberagamaan?
3.   Bagaimana penjelasan gejala sosial dalam perilaku keberagamaan?
4.   Bagaimana penjelasan gejala budaya dalam perilaku keberagamaan?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian keberagamaan
Label: Humaniora
keberagamaan yang maksudkan di sini adalah sifat-sifat yang terdapat dalam agama. Atau dengan kata lain keberagamaan adalah yang menyangkut segala aspek kehidupan yang berkaitan dengan kehidupan keagamaan seseorang.[1]
Keberagamaan dari kata dasar agama yang berarti segenap kepercayaan kepada Tuhan. Beragama berarti memeluk atau menjalankan agama. Sedangkan keberagamaan adalah adanya kesadaran diri individu dalam menjalankan suatu ajaran dari suatu agama yang dianut. Keberagamaan juga berasal dari bahasa Inggris yaitu religiosity dari akar kata religy yang berarti agama. Religiosity merupakan bentuk kata dari kata religious yang berarti beragama, beriman.
Jalaluddin Rahmat mendefinisikan keberagamaan sebagai perilaku yang bersumber langsung atau tidak langsung kepada Nash. Keberagamaan juga diartikan sebagai kondisi pemeluk agama dalam mencapai dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan atau segenap kerukunan, kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan ajaran dan kewajiban melakukan sesuatu ibadah menurut agama.
Sehingga dapat disimpulkan tingkat keberagamaan yang dimaksud adalah seberapa jauh seseorang taat kepada ajaran agama dengan cara menghayati dan mengamalkan ajaran agama tersebut yang meliputi cara berfikir, bersikap, serta berperilaku baik dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sosial masyarakat yang dilandasi ajaran agama Islam (Hablum Minallah dan Hablum Minannas) yang diukur melalui dimensi keberagamaan yaitu keyakinan, praktek agama, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi atau pengamalan.
Keberagamaan (religiusity) dalam dataran situasi tentang keberadaan agama diakui oleh para pakar sebagai konsep yang rumit (complicated) meskipun secara luas ia banyak digunakan. Secara subtantif kesulitan itu tercermin terdapat kemungkinan untuk mengetahui kualitas untuk beragama terhadap sistem ajaran agamanya yang tercermin pada berbagai dimensinya.
Beragama berarti mengadakan hubungan dengan sesuatu yang kodrati, hubungan makhluk dengan khaliknya, hubungan ini mewujudkan dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya.
Adapun perwujudan keagamaan itu dapat dilihat melalui dua bentuk atau gejala yaitu gejala batin yang sifatnya abstrak (pengetahuan, pikiran dan perasaan keagamaan), dan gejala lahir yang sifatnya konkrit, semacam amaliah-amaliah peribadatan yang dilakukan secara individual dalam bentuk ritus atau upacara keagamaan dan dalam bentuk muamalah sosial kemasyarakatan.[2]

B.     Gejala alam dalam perilaku keberagamaan
1.      Pengertian gejala alam
Ilmu Alamiah (I.A) atau sering disebut Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan akhir-akhir ini ada juga yang menyebut Ilmu Kealaman, yang dalam bahasa Inggris desebut Natural Science atau disingkat Science dan dalam bahasa Indonesia sudah lazim digunakan istilah Sains.
Ilmu alamiah merupakan Ilmu Pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala dalam Alam semesta, termasuk di muka bumi ini, sehingga terbentuk konsep dan prinsip. Ilmu Alamiah Dasar (Basic Natural Science) hanya mengkaji konsep-konsep dan prinsip-prinsip dasar yang esensial saja.[3]
Gejala alam adalah sesuatu yang terjadi pada pemukaan bumi yang disebabkan oleh peristiwa alam.[4]
2.      Contoh gejala alam dalam perilaku keberagamaan
Gerhana
Gerhana merupakan suatu istilah untuk menjelaskan suatu gejala gelap yang terjadi bila benda langit terhalang benda langit lain. Sehingga dapat juga dicermati dalam padanan kata bahasa Inggris “eclipse” berasal dari bahasa Yunani yakni eklipses yang berarti peninggalan atau pelalaian. Istilah ini dipergunakan secara umum, baik gerhana Matahari maupun gerhana Bulan. Gerhana Matahari terjadi pada waktu Bulan berada di antara Bumi dan Matahari.[5]
Banyak cerita khurafat dan tahayyul beredar di masyarakat seputar terjadinya gerhana. Namun syariat telah menyatakan dengan tegas nilai-nilai yang terkandung dibalik terjadinya peristiwa tersebut.
Sabda Rasulullah SAW :
“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana Matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk memanggil jama’ah dengan: ‘ASHSHALATU JAMI’AH’ (mari kita lakukan shalat berjama’ah). Orang-orang lantas berkumpul, Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka’at” (HR Bukhari dan Muslim, nas ini lafaz Muslim 4/463 hadits nomor 1516)
Begitu pula latar belakang dalil yang mendasari dilakukannya shalat gerhana sebagaimana Imam ibnu Qayyim rahimakumullah berkata, dalam sabda Nabi Muhammad Saw.:
“Dari Mughirah bin Syu’bah radliallahu ‘anhu berkata: terjadi gerhana Matahari pada zaman Rasul ketika hari wafatnya Ibrahim, masyarakat berkata: gerhana Matahari terjadi untuk wafatnya Ibrahim, maka Rasulullah berkata: Sesungguhnya Matahari dan Bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah, tidak tertutupi (gerhana) karena matinya seseorang dan tidak juga karena hidupnya, jika engkau melihat keduanya maka berdo’alah dan shalatlah hingga tersingkap.” (Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al Asqalani, tt.: 100).
Hikmah Dibalik Peristiwa Gerhana
a.       Menunjukkan salah satu keagungan dan kekuasaan Allah Ta’ala yang Maha mengatur alam ini.
b.      Untuk menimbulkan rasa gentar di hati setiap hamba atas kebesaran Allah Ta’ala dan azab-Nya bagi siapa yang tidak taat kepada-Nya.
Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya matahari dan bulan tidak gerhana karena kematian seseorang atau karena kehidupannya. Akan tetapi keduanya merupakan tanda-tanda kebesaran Allah. Jika kalian menyaksikannya, maka hendaklah kalian shalat.” (HR. Bukhari)
Dalam redaksi yang lain, Bukhari juga meriwayatkan,
“Sesungguhnya matahari dan bulan keduanya merupakan tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya tidak gerhana karena kematian seseorang atau karena kehidupannya.. Akan tetapi Allah hendak membuat gentar para hamba-Nya.” (HR. Bukhari)
Disamping hal ini juga mengingatkan seseorang dengan kejadian hari kiamat yang salah satu bentuknya adalah terjadinya gerhana dan menyatunya matahari dengan bulan, seperti Allah nyatakan dalam surat Al-Qiyamah: 8-9.
 القمر وخسف
القمر والشمس وجمع
“Dan apabila bulan telah hilang cahayanya. Dan Matahari dan bulan dikumpulkan.” (QS. Al-Qiyamah: 8-9) [6]

C.    Gejala sosial dalam perilaku keberagamaan
1.      Pengertian gejala sosial
Gejala sosial merupakan segala sesuatu yang di buat maupun dilkukan oleh manusia di dalam lingkungan kehidupannya. Terdapat bermacam-macam gejala sosial yang bisa dilihat dari kehidupan sehari-hari atau bahkan di lingkungannya.
Gejala-gejala sosial yang terjadi nantinya akan menimbulkan suatu permasalahan baru dalam lingkungan masarakat. Hal tersebut akan terus terjadi hingga di temukan sebuah upaya penyelesaian untuk masalah tersebut.
Sosiologi menelaah gejala-gejala yang wajar dalam masyarakat seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat, lembaga kemasyarakatan, proses sosial, perubahan sosial dan  kebudayaan, serata perwujudannya. [7]
2.      Contoh gejala sosial dalam perilaku keberagamaan
kasus pencurian
mencuri adalah mengambil sesuatu barang secara sembunyi-sembunyi, baik yang melakukan seorang anak kecilatau orang dewasa, baik barang yang dicuri itu sedikit atau banyak, dan barang yang dicuri itu disimpan ditempat yang wajar untuk menyimpan atau tidak.
Hukum mencuri adalah haram. Pelaku pencurian wajib dikenakan had mencuri, yaitu potong tangan. Firman Allah SWT dalam Q.S. A l-Maidah: 38 “ Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuripotonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang merekakerjakan dan sebagaisiksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. “
Perilaku keberagamaan :
Setelah melihat bahwa hukuman mencuri adalah dipotong tangan seharusnya pencuri itu semakin jera dan tidak berani melakukan hal tersebut lagi.
Jadi kesimpulannya :
Gejala sosial dalam keberagamaan adalah gejala-gejala yang ada di masyarakat yang melahirkan sebuah konflik dan perubahan yang mengarah padasesuatu yang positif maupun negatif yang di mana konflik tersebut bisa mempengaruhi perilaku keberagamaan.




D.    Gejala budaya dalam perilaku keberagamaan
1.      Pengertian gejala budaya
Gejala budaya adalah suatu hal yang membuat manusia mengikuti tradisi yang berlaku dari dulu dan sudah menjadi hal biasa di lingkungan masyarakat. Pengaruh lingkungan budaya yang dalam ekspresi keberagamaan lebih banyak ditemukan dalam hal-hal praktis dan konkrit.
Nurcholish Madjid menjelaskan hubungan agama dan budaya. Menurutnya, agama dan budaya adalah dua bidang yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama bernilai mutlak, tidak berubah karena perubahan tempat dan waktu. Sedangkan budaya, sekalipun berdasarkan agama, dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Sebagian besar budaya didasarkan pada agama. Oleh Karena itu, agama adalah primer, dan budaya adalah sekunder. Budaya bisa merupakan ekspresi hidup keagamaan, karena ia adalah sub-ordinat terhadap agama.[8]
2.      Contoh gejala budaya dalam perilaku keberagamaan
Buka Luhur
Bagi Masyarakat Kudus tentunya sudah mengenal acara Buka Luwur sunan Kudus. Acara ini merupakan upacara peringatan wafatnya sunan Kudus atau disebut dengan “Khaul” yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Muharram atau 10 Syura. Namun ada sebagian masyarakat yang menganggap bahwa upacara tradisional Buka Luwur sebenarnya bukanlah Khaul atau peringatan wafatnya sunan Kudus, sebab kapan tanggal wafatnya Sunan Kudus tidak atau belum diketahui. Mengapa Buka Luwur diadakan tanggal 10 Syura atau 10 Muharram, hal itu disebabkan karena pada tanggal tersebut diyakini bahwa ilmu Tuhan (dari langit) diturunkan ke bumi, sehingga tanggal tersebut dianggap keramat. Namun menurut seorang sesepuh Kudus yang menjadi ulama yang disegani oleh masyarakat Kudus, yaitu KH. Ma’ruf upacara Buka Luwur itu sebenarnya adalah dalama rangka Khaul Mbah Sunan Kudus, yang memang tanggal 10 Muharram atau 10 Syura adalah tanggal wafat beliau. Fenomena keagamaan seperti ini adalah perwujudan sikap dan perilaku manusia yang menyangkut hal-hal yang dipandang suci, keramat, dan berasal dari sesuatu yang ghaib.
Secara kronologis, sebenarnya proses upacara Buka Luwur
tersebut diawali dengan penyucian pusaka yang berupa keris yang diyakini milik sunan Kudus yang dilaksanakan jauh sebelum tanggal 10 Syura, yaitu pada akhir Besar (nama bulan sebelum bulan Syura). Biasanya air bekas untuk mencuci keris tersebut yang dalam bahasa jawa disebut dengan “kolo”, diperebutkan masyarakat yang memiliki keris untuk mencuci kerisnya, karena mengharap “berkah” dari sunan Kudus.
Kemudian pada tanggal 1 Syura dilakukan pencopotan kelambu atau kain putih penutup makam yang sudah satu tahun digunakan. Kelambu atau kain pitih itulah yang disebut dengan luwur. Menurut K.H. Ma’ruf Asnawi, pernah pada waktu dulu kelambu atau kain putih penutup makam tidak diganti, kemudian timbul kebakaran pada kelambu tersebut.
Kelambu atau kain putih bekas penutup makam tersebut menjadi rebutan masyarakat karena untuk mendapatkan “berkah”. Pada malam tanggal 9 Muharram atau Syura diadakan pembacaan Barjanji (berjanjen) yang merupakan ekspresi kecintaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW.
Tanggal 9 Muharram setelah shalat subuh diadakah khataman (pembacaan Al Quran dari awal sampai akhir). Sementara khataman berlangsung dibuatlah “bubur suro” yaitu makanan yang berupa bubur yang diberi bumbu yang berasal dari berbagai macam rempah-rempah. Hal ini dimaksudkan sebagai “tafa’ul” kepada Nabi Nuh setelah habisnya air dari banjir yang melanda kaumnya, sedangkan makanan tersebut diyakini dapat menjadi obat berbagai macam penyakit.
Di samping pembuatan “bubur suro” pada saat khataman Al Quran berlangsung, juga diadakan penyembelihan hewan yang yang biasanya berupa kambing dan kerbau, menurut salah seorang yang pernah menjadi panitia dalam acara tersebut kambing yang disembelih bisa mencapai 80 hingga 100 kambing. Kemudian pada malam harinya, yaitu malam tanggal 10 Muharram diadakan pengajian umum yang isinya mengenai perjuangan dan kepribadian sunan Kudus yang diharapkan menjadi teladan oleh masyarakat. Pada pagi hari tanggal 10 Muharram setelah shalat subuh dimulailah acara penggantian kelambu atau kain putih yang diawali dengan pembacaan ayat suci Al Quran dan tahlil yang hanya khusus diikuti oleh para kyai, lalu mulailah pemasangan kelambu. Bersamaan dengan itu diadakan pembagian makanan yang berupa nasi dan daging yang sudah di masak kepada masyarakat, yang dibungkus dengan daun jati. Masyarakat bersusah payah untuk mendapatkan nasi dan daging tersebut, sebab makanan tersebut dianggap memiliki berkah dan banyak mengandung kahsiat menyembuhkan penyakit. Walaupun hanya mendapatkan sedikit, nasi tersebut biasa disebut dengan “sego mbah sunan” (nasinya sunan Kudus).
Setelah acara penggantian kelambu dan pembagian nasi tersebut, berakhir sudah upacara buka luwur. Makna Buka Luwur merupakan sebuah ekspresi dari kepercayaan melalui akal yang mencoba memahami realita kebenaran mengenai manusia dan sejarah serta kalbu yang digunakan untuk memahami pesan firman-firman Tuhan melalui perasaan. Hal itu menghasilkan rentetan seremoni atau upacara yang berlangsung secara kronologis dan berjalan secara turun menurun dari generasi ke generasi, yang menjadi ekspresi perasaan masyarakat dalam dinamika tindakannya. Peringatan buka luwur mempunyai nilai yang cukup tinggi. Meneladani nilai-nilai dari perjuangan para wali khususnya sunan Kudus dalam hidup bermasyarakat.[9]




BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Gejala alam dalam perilaku keberagamaan adalah suatu tanda-tanda yang menyebabkan perubahan paa alam yang memudian di ekspresikan dalam keberagamaan baik ibadah maupun saling menolong sesama yang sedang terkena musibah. Dengan gejala alam tersebut menunjukkan salah satu keagungan dan kekuasaan Allah Ta’ala yang Maha mengatur alam ini. Untuk menimbulkan rasa gentar di hati setiap hamba atas kebesaran Allah Ta’ala dan azab-Nya bagi siapa yang tidak taat kepada-Nya.
Gejala sosial dalam perilaku keberagamaan adalah gejala-gejala yang ada di masyarakat yang melahirkan sebuah konflik dan perubahan yang mengarah pada sesuatu yang positif maupun negatif yang dimana konflik tersebut bisa mempengaruhi perikaku keberagamaan.
Gejala budaya dalam perilaku keberagamaan adalah sesuatu yang ada dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan gambaran kalau budaya itu sudah ada sejak zaman dahulu. Misalnya Fenomena keagamaan Buka Luhur adalah perwujudan sikap dan perilaku manusia yang menyangkut hal-hal yang dipandang suci, keramat, dan berasal dari sesuatu yang ghaib.

B.     Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan yang sudah barang tentu banyak kekeliruan baik dari segi materi maupun penyampain kami. Kami sadar bahwa kami adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan. Maka kami mohon akan kritik dan saran anda semua serta masukan-masukan yang bersifat membangun demi masa depannya. Semoga makalah yang kami berikan ini bermanfaat bagi pemakalah sendiri dan untuk pembaca.



DAFTAR PUSTAKA

Atang Abd. Hakim, metodologi studi Islam, PT. Remaja Rosdakarya, bandung, 1999.

Istamar Syamsuri, Biologi 2000 SMU jilid B, Erlangga, Jakarta, 2000.
Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.

Mudji Raharto, Fenomena Gerhana, dalam kumpulan tulisan Mudji Raharto, Pendidikan Pelatihan hisab rukyah Negara-negara MABIMS, Lembang, 2000.

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986.


https://www.PonPes-Tarbiyatus-Shibyan-dan-Tarbiyatul-Banat.html Diakses pada tanggal 16-04-2015 pada pukul 07:29 AM





[1] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 191.
[3] Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hal:1.
[4] Istamar Syamsuri, Biologi 2000 SMU jilid B, Erlangga, Jakarta, 2000, hlm.24
[5] Mudji Raharto, Fenomena Gerhana, dalam kumpulan tulisan Mudji Raharto, Pendidikan Pelatihan hisab rukyah Negara-negara MABIMS, Lembang, 2000, hlm. 6
[8] Atang Abd. Hakim, metodologi studi Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1999, hlm. 34
[9] https://PonPes-Tarbiyatus-Shibyan-dan-Tarbiyatul-Banat.html  Diakses pada tanggal 16-04-2015 pada pukul 07:29 AM

No comments:

Post a Comment